Wacana Presiden Tiga Periode: Kalau Ditanya Mungkin atau Tidak, Ya Mungkin Tapi . . .
Kalau mau tiga periode tentu bisa tapi ubah konstitusinya. Merubah konstitusi sangat panjang ceritanya dan itu domainnya partai politik. Domainnya ada
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan angkat bicara mengenai wacana presiden tiga periode yang digaungkan jelang Pilpres 2024.
Menurutnya, wacana tiga periode tersebut bisa saja dilakukan.
Namun tentu harus dengan melakukan perubahan konstitusi yang tidak mudah dari segi proses dan waktu.
"Kalau mau tiga periode tentu bisa tapi ubah konstitusinya. Merubah konstitusi sangat panjang ceritanya dan itu domainnya partai politik. Domainnya ada di parlemen," ujar Zulhas, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat, Rabu (18/8/2021).
"Kalau saya mengatakan (yang sesuai) konstitusi (itu) dua kali. Dulu MPR lembaga tertinggi sekarang sudah tidak lagi. Jadi kalau ditanya mungkin tidak, ya mungkin tetapi sulit," imbuhnya.
Zulhas menekankan Indonesia memiliki konstitusi yang diharapkan menjadi pegangan dalam berbangsa dan bernegara.
Oleh karenanya, dia sendiri mengaku tak setuju tatkala beberapa waktu lalu ada yang meminta agar Presiden Jokowi diturunkan dari posisinya.
Baca juga: Wacana Amandemen Terbatas, Zulhas: Tidak Ada Pembahasan Presiden Tiga Periode
"Saya bilang saya tidak setuju karena bertentangan dengan konstitusi. Kalau mau diganti ya ganti tunggu nanti ada saatnya, ada masanya," kata dia.
"Tidak bisa kita jatuhkan di tengah jalan. Itu bertentangan dengan konstitusi bisa menjadi chaos. Saya ini mantan Ketua MPR ngerti betul aturan. Saya menentang teman-teman yang mau menjatuhkan ,bahwa itu perilaku yang berlawanan dengan konstitusional. Ini berbahaya bagi kita berbangsa bernegara.Bisa chaos," imbuhnya.
Menurutnya, ketika konstitusi dilanggar, maka pada saat itu pula dapat dikatakan Indonesia tak lagi memiliki pegangan dalam berbangsa dan bernegara.
"Kita bisa tidak punya pegangan lagi. Bangsa yang tidak punya pegangan bayangin. Karena itu saya mengatakan ada konstitusi, lima tahun (menjabat) dan bisa dipilih kembali satu kali lagi," tandasnya.