Apakah Presiden Bisa Disebut sebagai Lambang Negara? Begini Tanggapan Ahli Hukum
Apakah presiden bisa disebut sebagai lambang negara? begini penjelasan dari Ahli Hukum T Priyanggo Trisaputro.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu, mural bernada kritik bergambar sosok mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) viral di media.
Mural bertuliskan 404:Not Found ini berlokasi di Batuceper, Tangerang, Banten.
Dinilai menghina lambang negara, sang pembuat mural pun sempat diburu kepolisian.
"Tetap diselidiki itu perbuatan siapa. Karena bagaimanapun itu kan lambang negara, harus dihormati," ucap Kasubbag Humas Polres Tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim, Jumat (13/8/2021) dikutip dari Tribun Jakarta.
Kini, kasus tersebut diketahui sudah dihentikan oleh pihak kepolisian karena tak ditemukan pidananya.
Baca juga: Muralnya Viral di Pasuruan, Kini Selebaran Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit Muncul di Cijantung
Lantas, apakah benar presiden merpakan bentuk lambang negara?
Advokat Hukum T Priyanggo Trisaputro menegaskan presiden bukan lah representasi dari lambang negara.
Dikatakannya, yang dikatakan lambang negara hanya lah Pancasila.
"Di dalam Pasal 36 A UUD 1945 yang dikatakan lambang negara Garuda Pancasila dan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika," kata Angga pada diskusi Kacamata Hukum di YouTube Tribunnews, Senin (23/8/2021).
Tak hanya pada satu pasal, apa yang dimaksud lambang negara juga dijelaskan di UU Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
"Pasal 1 ayat 3 UU Nomor 24 tahun 2009, hal yang sama menyatakan bahwasanya yang termasuk lambang negara itu adalah burung garuda dengan simbolnya Bhinneka Tunggal Ika," imbuhnya.
Baca juga: Muncul Lagi Mural di Kota Tangerang : Dipenjara Karena Lapar
Menurutnya, presiden dan lambang negara adalah dua hal yang berbeda.
Sebab, lambang negara tidak mungkin tergantikan.
Sementara, presiden akan selalu berganti setiap masa periodenya habis.
"Logikanya simpel. Lambang negara itu tidak mungkin diganti."
"Tidak mungkin setiap 5 tahun sekali Garuda Pancasila diganti. Ketika presiden, pasti diganti."
"Ketika itu representatif lambang negara, kembali ke UU, saya kira kurang pas kalau presiden sebagai lemba negara. Kalau kepala negara, iya," jelas dia.
Baca juga: Bila Mural Dihapus dengan Alasan Penertiban, Sujiwo Tejo Tantang Hapus juga Mural Berisi Pujian
Sebelumnya, aksi kritik melalui kesenian berupa tulisan graffiti dan mural ini sempat membuat Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyampaikan arahan kepada aparat kepolisian.
Agus menyebut kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berkenan polisi terlalu responsif dalam menindak setiap kritik yang dilayangkan melalui kesenian.
Ia menuturkan telah diwanti-wanti oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk berhati-hati dalam menggunakan UU ITE untuk menangani perkara kritik melalui media sosial dan juga kesenian .
"Bapak Presiden tidak berkenan bila kita responsif terhadap hal-hal seperti itu. Demikian juga Bapak Kapolri selalu mengingatkan kita dan jajaran, terutama dalam penerapan UU ITE," ujar Agus kepada Tribunnews.com, Kamis (19/8/2021).
Atas arah itu, Agus mengingatkan jajarannya perihal pesan dari Kapolri agar bertindak persuasif dalam menangani perkara tersebut.
"Arahan Kapolri, Kabareskrim, Dirtipidsiber kepada jajaran selalu kita ingatkan, termasuk permasalahan mural yang dijadikan sarana kritik. Komplain saja kalau masih dilakukan," tuturnya.
Agus menyebut sah-sah saja bila kritik dilayangkan kepada pemerintah atau presiden. Namun, ia mengingatkan agar pesan yang disampaikan bukanlah fitnah yang memecah belah persatuan dan kesatuan serta menyerang pribadi. Jika hal itu dilakukan, makan penebar pesan itu bisa dijerat hukum pidana.
"Kritis terhadap pemerintah saya rasa nggak ada persoalan boleh saja."
"Namun kalau fitnah, memecah belah persatuan dan kesatuan, intoleran ya pasti kita tindak karena melanggar hukum," tandasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Fandi Permana)(Tribun Jakarta)