Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Vonis Hukuman Juliari Jadi Sorotan, Media Sosial Disebut Bangun Sentimen Positif Hakim pada Terdakwa

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel turut mengomentari soal keringanan hukuman yang didapatkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Daryono
zoom-in Vonis Hukuman Juliari Jadi Sorotan, Media Sosial Disebut Bangun Sentimen Positif Hakim pada Terdakwa
Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus korupsi Bansos Covid-19, Juliari Batubara berjalan usai mengikuti sidang tuntutan secara virtual dari Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan, Rabu (28/7/2021). Mantan Menteri Sosial tersebut dituntut 11 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel turut mengomentari soal keringanan hukuman yang didapatkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, setelah menjadi terdakwa kasus korupsi bansos Covid-19.

Reza merasa perlu mempertanyakan, apakah dapat dibenarkan jika seorang hakim memperoleh pertimbangan dari hal-hal yang tidak dihadirkan di persidangan.

Lalu ketika hakim merasa bersimpati kepada terdakwa akibar unsur di luar persidangan, apakah itu menandakan terusiknya objektivitas hakim.

"Apakah aktif memperoleh dan mempertimbangkan hal-hal yang tidak dihadirkan di persidangan merupakan kerja yudisial yang dapat dibenarkan? Seberapa jauh hakim dibolehkan membuka diri terhadap pengaruh opini khalayak?"

Baca juga: Juliari Dihina Masyarakat Karena Kasus Bansos, PA 212 Pertanyakan Komitmen Ketua KPK

"Juga, ketika pada akhirnya hakim bersimpati pada terdakwa akibat unsur ekstrayudisial tersebut, apakah itu pertanda terusiknya objektivitas hakim?" kata Reza dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Selasa (24/8/2021).

Reza menilai perlu adanya kajian dan penyikapan serius terkait perilaku hakim dalam kasus mantan Mensos ini.

Termasuk perlunya untuk mengecek seberapa jauh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang menyentuh masalah tersebut.

Berita Rekomendasi

Reza juga menduga, putusan hakim kepada Juliari ini menunjukkan bahwa media sosial mempunyai kemampuan untuk memengaruhi emosi hakim.

Baca juga: Fakta Sidang Vonis hingga Hal yang Memberatkan dan Meringankan Hukuman Juliari

Bahkan bisa juga berpotensi untuk menyimpangkan kinerja hakim.

Selain itu, dalam kasus Juliari ini, informasi dari media sosial justru secara tidak sadar telah membangun sentimen positif hakim kepada terdakwa.

"Dibutuhkan kajian dan penyikapan serius tentang itu. Termasuk dengan mengecek seberapa jauh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim telah menyentuh masalah tersebut. Yang jelas, patut diduga bahwa putusan hakim pada kasus JB menunjukkan betapa media sosial memiliki power dalam memengaruhi emosi hakim, bahkan berpotensi menyimpangkan kerja hakim."

"Spesifik dalam kasus JB, informasi dari media sosial tidak digunakan untuk memahami substansi perkara secara lebih akurat, melainkan justru tanpa sadar membangun sentimen positif atas diri terdakwa," terang Reza.

Baca juga: Korupsi Bansos, ICW Nilai Juliari Pantas Dihukum Seumur Hidup

Hakim Perlu Dilindungi dari Ekses Negatif Teknologi Informasi dan Komunikasi

Reza mengakui, media sosial memiliki prospek yang positif bagi hakim.

Di antaranya, media sosial bisa memungkinkan hakim untuk memberi edukasi kepada publik agar bisa lebih melek dan taat hukum.

Meski demikian, Reza merasa Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial perlu untuk mengambil langkah untuk melindungi hakim dari ekses negatif teknologi informasi dan komunikasi.

Pasalnya yang menjadi permasalahan bukan boleh atau tidaknya seorang hakim menggunakan media sosial.

Baca juga: Hinaan Masyarakat Jadi Hal Meringankan bagi Eks Mensos Juliari Batubara Tuai Sorotan

Namun bagaimana seorang hakim bisa bermedia sosial tanpa keluar dari parameter etika dan integritas yudisialnya.

"Memang, media sosial juga memiliki prospek positif bagi hakim. Antara lain, media sosial memungkinkan hakim mengedukasi publik agar lebih melek dan taat hukum. Namun dengan segala macam sisi rawan yang ada pada media sosial, penting bagi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk mengambil langkah guna melindungi para hakim dari ekses negatif teknologi informasi dan komunikasi yang bisa muncul."

"Pertanyaan utamanya bukan pada boleh tidaknya hakim menggunakan media sosial, melainkan pada bagaimana sang pengadil dapat bermedia sosial tanpa keluar dari parameter etika dan integritas yudisial," pungkas Reza.

Baca juga: Mantan Mensos Juliari Batubara Divonis 12 Tahun Penjara, 4 Tahun Tak Boleh Berpolitik

Hakim Beri Keringanan Hukuman karena Juliari Menderita Dihina Masyarakat

Diwartakan Tribunews.com sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyebutkan beberapa alasan memberatkan seperti, bahwa Juliari tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta melakukan korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Selain itu majelis hakim juga menyebutkan alasan meringankan dalam putusan tersebut.

Baca juga: Divonis 12 Tahun Penjara, Juliari Masih Pikir-pikir Banding

Salah satunya adalah majelis hakim menilai Juliari sudah cukup menderita lantaran dicerca, dihina, dicaci, dan dimaki masyarakat.

"Keadaan meringankan, terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis bersalah oleh masyarakat.

"Padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata hakim anggota Yusuf Pranowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8/2021).

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)(tribun network/ham/dod)

Baca berita lainnya terkait Korupsi Bansos Covid di Kemensos.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas