Vonis Hukuman Juliari Jadi Sorotan, Media Sosial Disebut Bangun Sentimen Positif Hakim pada Terdakwa
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel turut mengomentari soal keringanan hukuman yang didapatkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel turut mengomentari soal keringanan hukuman yang didapatkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, setelah menjadi terdakwa kasus korupsi bansos Covid-19.
Reza merasa perlu mempertanyakan, apakah dapat dibenarkan jika seorang hakim memperoleh pertimbangan dari hal-hal yang tidak dihadirkan di persidangan.
Lalu ketika hakim merasa bersimpati kepada terdakwa akibar unsur di luar persidangan, apakah itu menandakan terusiknya objektivitas hakim.
"Apakah aktif memperoleh dan mempertimbangkan hal-hal yang tidak dihadirkan di persidangan merupakan kerja yudisial yang dapat dibenarkan? Seberapa jauh hakim dibolehkan membuka diri terhadap pengaruh opini khalayak?"
Baca juga: Juliari Dihina Masyarakat Karena Kasus Bansos, PA 212 Pertanyakan Komitmen Ketua KPK
"Juga, ketika pada akhirnya hakim bersimpati pada terdakwa akibat unsur ekstrayudisial tersebut, apakah itu pertanda terusiknya objektivitas hakim?" kata Reza dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Selasa (24/8/2021).
Reza menilai perlu adanya kajian dan penyikapan serius terkait perilaku hakim dalam kasus mantan Mensos ini.
Termasuk perlunya untuk mengecek seberapa jauh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang menyentuh masalah tersebut.
Reza juga menduga, putusan hakim kepada Juliari ini menunjukkan bahwa media sosial mempunyai kemampuan untuk memengaruhi emosi hakim.
Baca juga: Fakta Sidang Vonis hingga Hal yang Memberatkan dan Meringankan Hukuman Juliari
Bahkan bisa juga berpotensi untuk menyimpangkan kinerja hakim.
Selain itu, dalam kasus Juliari ini, informasi dari media sosial justru secara tidak sadar telah membangun sentimen positif hakim kepada terdakwa.
"Dibutuhkan kajian dan penyikapan serius tentang itu. Termasuk dengan mengecek seberapa jauh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim telah menyentuh masalah tersebut. Yang jelas, patut diduga bahwa putusan hakim pada kasus JB menunjukkan betapa media sosial memiliki power dalam memengaruhi emosi hakim, bahkan berpotensi menyimpangkan kerja hakim."
"Spesifik dalam kasus JB, informasi dari media sosial tidak digunakan untuk memahami substansi perkara secara lebih akurat, melainkan justru tanpa sadar membangun sentimen positif atas diri terdakwa," terang Reza.
Baca juga: Korupsi Bansos, ICW Nilai Juliari Pantas Dihukum Seumur Hidup
Hakim Perlu Dilindungi dari Ekses Negatif Teknologi Informasi dan Komunikasi
Reza mengakui, media sosial memiliki prospek yang positif bagi hakim.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.