Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hinaan Masyarakat Ringankan Hukuman Juliari Batubara, Majelis Hakim Tuai Kritik Sejumlah Pihak

Sejumlah pihak melayangkan kritik pada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang memberikan keringanan hukuman pada Juliari Batubara.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Hinaan Masyarakat Ringankan Hukuman Juliari Batubara, Majelis Hakim Tuai Kritik Sejumlah Pihak
Tangkap layar Kompas TV
Muhammad Damis, tim majelis hakim dalam sidang putusan kasus Juliari Batubara. 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pihak melayangkan kritik pada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memberikan keringanan hukuman pada mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.

Juliari Batubara dinilai majelis hakim telah menderita karena dicaci maki masyarakat.

"Terdakwa sudah cukup menderita, dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat."

"Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ungkap majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan perkara korupsi bansos Covid-19, Senin (23/8/2021).

Berikut sejumlah pihak yang melayangkan kritikan pada majelis hakim.

Terdakwa kasus dugaan korupsi bansos, Juliari Batubara meninggalkan Gedung ACLC KPK usai menjalani sidang vonis secara virtual, di Jakarta Selatan, Senin (23/8/2021).
Terdakwa kasus dugaan korupsi bansos, Juliari Batubara meninggalkan Gedung ACLC KPK usai menjalani sidang vonis secara virtual, di Jakarta Selatan, Senin (23/8/2021). (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Baca juga: 4 Alasan Juliari Batubara Harusnya Dihukum Seumur Hidup Menurut ICW

ICW

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai alasan meringankan yang dibacakan majelis hakim pengadilan tipikor kepada Juliari Batubara terlalu mengada-ngada.

Berita Rekomendasi

"Betapa tidak, majelis hakim justru menyebutkan Juliari telah dicerca, dimaki, dan dihina oleh masyarakat."

"Ekspresi semacam itu merupakan hal wajar, terlebih mengingat dampak yang terjadi akibat praktik korupsi Juliari," ungkap Kurnia kepada Tribunnews.com, Selasa (24/8/2021).

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (Tangkapan Layar: Kanal Youtube PBHI Nasional)

Kurnia menilai wajar bila masyarakat melayangkan caci maki kepada Juliari karena praktik suap menyuap itu dilakukan secara sadar di tengah kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat ambruk karena pandemi Covid-19.

"Cercaan, makian, dan hinaan kepada Juliari tidak sebanding dengan penderitaan yang dirasakan masyarakat karena kesulitan mendapatkan bansos akibat ulah mantan Menteri Sosial dan kroni-kroninya," ungkap Kurnia.

"Dari putusan ini masyarakat kemudian dapat melihat bahwa proses penegakan hukum belum sepenuhnya berpihak kepada korban kejahatan," tambahnya.

Baca juga: KPK Bantah Hukum Juliari 12 Tahun Penjara Karena Tuntutan Jaksa

Pukat UGM

Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM atau Pukat UGM menilai dasar majelis hakim menjadikan Juliari Batubara yang mendapat hinaan masyarakat sebagai hal meringankan tidak tepat.

Menurut peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, kondisi meringankan berasal dari internal terdakwa, seperti misalnya terdakwa menyebut dirinya sebagai tulang punggung keluarga.

"Menurut saya ini bukan keadaan hal yang meringankan ya. Keadaan yang meringankan itu adalah berasal dari internal terdakwa sendiri, yang maupun kondisi yang memaksa yang bersangkutan melakukan tindakannya. Biasanya kondisi yang meringankan seperti itu," kata Zaenur dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

"Misalnya keadaan meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Kalau terdakwa dijatuhi hukuman tinggi akan mengakibatkan kewajiban urus keluarga terhambat. Jadi kondisi meringankan itu berasal dari dalam terdakwa, atau kalau dari luar yang berhubungan langsung dengan terdakwa," sambungnya.

Baca juga: Perbandingan Vonis Eks Menteri Jokowi yang Tersandung Korupsi, Ada yang Sudah Bebas

Sedangkan, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.

Perundungan yang diterima Juliari merupakan konsekuensi dari perbuatan korupsi yang dianggap sangat jahat oleh masyarakat, terlebih praktik rasuah dilakukan saat pandemi Covid-19.

"Karena korupsi yang dilakukan adalah korupsi bansos pandemi Covid, dan dilakukan saat pandemi Covid masih tinggi di Indonesia. Jadi saya enggak setuju dihina masyarakat sebagai hal yang meringankan," kata Zaenur.

"Yang lebih cocok kalau misal terdakwa tulang punggung, atau berkelakuan baik selama persidangan. Itu saya masih setuju. Tapi dihina masyarakat tak seharusnya jadi alasan hakim," tukasnya.

Lebih lanjut, Pukat UGM memandang vonis hakim terhadap Juliari mengecewakan.

Hakim disebut cenderung bermain aman dan enggan memberikan hukuman maksimal.

"Hakim tidak menggunakan kesempatan yang diberikan Pasal 12b UU Tipikor, bisa seumur hidup atau setinggi-tingginya 20 tahun penjara," kata Zaenur.

Baca juga: Vonis Hukuman Juliari Jadi Sorotan, Media Sosial Disebut Bangun Sentimen Positif Hakim pada Terdakwa

Eks Komisioner KPK

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang juga menyoroti pertimbangan meringankan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Juliari Batubara.

Saut mengatakan, dihinanya Juliari oleh masyarakat merupakan bentuk aksi-reaksi atas perbuatan Juliari menerima duit suap bantuan sosial penanganan Covid-19.

"Kalau soal caci-maki itu dinamika aksi reaksi, siapa suruh korupsi," kata Saut dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

Saut Situmorang
Saut Situmorang (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Saut lantas membandingkan dengan apa yang dialami Juliari dengan penyidik KPK yang juga dicaci maki dan dituding sebagai Taliban.

"Jangankan tersangka koruptor, yang menangkapi koruptor aja dicaci-maki dibilang taliban lah dan lain-lain," kata Saut.

Saut menilai keputusan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjadikan caci maki yang diterima Juliari sebagai alasan meringankan menjadikan negara ini semakin lucu.

Menurutnya, status Juliari sebagai menteri dan melakukan korupsi dana bansos harusnya jadi alasan untuk memperberat hukuman Juliari.

"Jadi kalau itu jadi alasan yang meringankan maka negeri ini semakin lucu, sebab seorang menteri korupsi itu justru harus jadi pemberatan, di tengah pendemi dan yang disikat itu namanya jelas-jelas dana bansos bencana Covid-19," ujar Saut.

PA 212

Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif juga menyoroti hal yang meringankan karena mendapatkan banyak hinaan dalam kasus ini.

Menurut Slamet, komitmen Ketua KPK dipertaruhkan di sini.

"Kita kan berharap dengan komitmen Ketua KPK semestinya, apalagi ini kan efeknya buat rakyat kecil," kata Slamet kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Slamet Ma'arif
Slamet Ma'arif (Tribunnews.com/Vincentius Jyestha)

Slamet pun menilai bahwa hukuman yang pantas untuk Juliari semestinya adalah hukuman mati.

"Komitmen Ketua KPK yang sekarang, dan sekarang masyarakat lagi melihat komitmennya terkait pemberantasan korupsi apalagi menyangkut dana bansos," pungkasnya.

Ketua KPK Firli Bahuri lewat keterangan tertulis Maret 2021, sempat menyinggung kemungkinan pemakaian tafsir pidana mati untuk kasus eks-mensos. 

Kasus Juliari dia akui amat mencederai kepercayaan publik, lantaran suap bansos berlangsung di tengah darurat pandemi. 

Berita terkait kasus korupsi Bansos Covid

(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Reza Deni/Hendra Gunawan/Ilham Rian)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas