Abraham Samad: Sebaiknya Pimpinan KPK Mundur daripada Hambat Pemberantasan Korupsi
KPK disebut Abraham tidak bernyali lagi dalam pemberantasan korupsi, operasi tangkap tangan (OTT) sepi dan nihil prestasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Saut pun menyarankan ada baiknya KPK melaksanakan rekomendasi Komnas HAM alih-alih mengurusi hak asasi tersangka korupsi.
"Sudah prioritaskan dan laksanakan saja 11 temuan rekomendasi Komnas HAM tentang pelaksanaan TWK itu kalau KPK mau bicara dan laksanakan HAM secara jujur, benar dan adil. Bukan sepotong-sepotong. Baca juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," ujar Saut.
Dalam konferensi pers terkait kinerja penindakan selama semester satu 2021, KPK menyatakan banyak kasus yang merupakan carry over dari tahun sebelumnya.
Tercatat, ada 126 kasus yang hingga saat ini masih dilakukan pengusutan oleh KPK.
Dari banyaknya kasus tersebut, sejumlah tersangka urung ditahan hingga statusnya yang juga belum diumumkan oleh KPK ke publik.
Langkah inilah yang diklaim KPK untuk menghormati HAM para tersangka.
"Memang ada kebijakan pimpinan terkait pengumuman tersangka itu, ini kita lakukan pengumuman tersangka itu berbarengan dengan penahanan ya. Kita enggak mau lagi seperti yang sebelumnya, sudah kita umumkan kemudian lama sekali baru kita tahan," ucap Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/8/2021).
"Karena apa? Ini masalah hak asasi seseorang, masalah juga kalau kita langsung melakukan penahanan ini kan berkaitan dengan argo (rentang waktu penahanan yang dibatasi undang-undang), istilahnya argo penahanan," imbuhnya.
KPK zaman Firli Bahuri dkk memang mempunyai kebijakan baru terkait pengumuman status tersangka korupsi.
Sebelumnya, pengumuman dilakukan dalam jarak tak terlalu jauh dari penetapan tersangka yang ditandai penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik).
Kini pengumuman dilakukan bersamaan dengan penahanan atau penangkapan tersangka.
Alex menjelaskan, rentang waktu penahanan hingga akhirnya dilimpahkan ke pengadilan adalah 120 hari.
Sehingga KPK tak mau terburu-buru menetapkan tersangka dan melakukan penahanan agar tidak terpaku dengan batasan waktu tersebut.
"Nah kendalanya di mana? Penyidik banyak sekali perkara ditangani begitu pula juga dengan JPU, masih banyak perkara-perkara yang saat ini masih berjalan. Jangan sampai hitungannya itu proses penyidikan masih lama karena penyidik juga masih memegang perkara-perkara yang lain," ujar dia.