Jokowi Beri Deadline Desember 2023, Mahfud MD Bukan Peluang Kasus BLBI Jadi Pidana
Mahfud MD berharap kasus BLBI bisa selesai sebelum tenggat yang diberikan Presiden Jokowi yakni Desember 2023.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tenggat penyelesaian (deadline) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga Desember 2023.
Karena itu menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, pemerintah akan tegas terhadap kasus tersebut.
"Kita akan tegas soal ini karena kita diberi waktu oleh negara, oleh Presiden, tidak lama. Diberi waktu sampai Desember 2023," kata Mahfud melalui rekaman video yang diterima Tribunnews.com, Rabu (25/8).
Baca juga: Kejar Aset BLBI Rp 111 Triliun, Tommy Soeharto dan 48 Obligor serta Debitur BLBI Diminta Koperatif
Mahfud berharap kasus BLBI bisa selesai sebelum tenggat yang diberikan.
Menurutnya, lebih cepat selesai akan lebih baik.
"Kita akan laporkan sampai mana ini selesainya. Mudah-mudahan bisa selesai sebelum itu. Kalau selesai sebelum itu, ya bagus. Mungkin nanti akan ada efek pidananya dan sebagainya okelah," ujarnya.
Menurut Mahfud, kasus BLBI ini bisa menjadi kasus pidana jika para obligor atau pengutang tidak kooperatif.
"Saya juga sudah berbicara dengan aparat penegak hukum pidana, dengan Pak Firli, saya undang ke kantor Ketua KPK. Kemudian Jaksa Agung, Kapolri, bahwa kalau para pengutang ini mangkir, tidak mengakui utangnya padahal sudah jelas dan dokumen utangnya itu, bisa saja kasus ini, meskipun kami selesaikan secara perdata bisa, ini menjadi kasus pidana," kata Mahfud.
Baca juga: Pemerintah Panggil Semua Obligor dan Debitur BLBI Termasuk Tommy Soeharto Untuk Lunasi Utang
Mahfud menjelaskan kasus tersebut bisa beralih dari perdata menjadi kasus pidana korupsi.
Hal itu bisa terjadi apabila mereka yang mempunyai utang kepada negara tidak mau membayar utangnya, sehingga bisa dikatakan memperkaya diri.
"Bisa korupsi, karena korupsi kan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, merugikan keuangan negara, lalu dilakukan dengan cara melanggar hukum, sehingga bisa berbelok nanti ke pidana. Oleh sebab itu, mohon koperatif," jelasnya.
Mahfud juga mengatakan ada 48 obligor yang dipanggil oleh Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI. Satu di antaranya Tommy Soeharto.
"Terkait dengan meluasnya berita tentang panggilan kepada Tommy Soeharto untuk menyelesaikan tunggakan utang ke negara terkait BLBI, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, maka perlu kami tegaskan bahwa yang diundang itu adalah semua, sekitar 48 obligor dan debitur," imbuhnya.
Mereka yang dipanggil memiliki utang kepada negara, yang jika ditotal mencapai ratusan triliun rupiah.
"Ini pada semua 48 orang obligor dan debitur yang jumlah utangnya kepada negara Rp 111 triliun. Adapun Tommy Soeharto utangnya sampai saat ini, berdasar perhitungan terkini, bisa berubah nanti sesudah Tommy Soeharto mendatang, Rp 2,6 triliun," tuturnya.
"Di atas itu, banyak yang utangnya di atas belasan triliun, Rp 7-8 triliun, yang totalnya Rp 111 triliun. Jadi semua akan dipanggil. Ada yang di Singapura, ada yang di Bali, ada yang di Medan. Semua kita panggil dan semua harus membayar kepada negara karena ini uang rakyat," sambungnya.(tribun network/git/dod)