KSP Percepat Penyelesaian Konflik Agraria di Banyuwangi
Kantor Staf Presiden (KSP) berkomitmen akan segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait penyelesaian konflik agraria di Banyuwangi, Jawa Timur
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) berkomitmen akan segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait penyelesaian konflik agraria di Banyuwangi, Jawa Timur.
KSP juga akan mendorong penguatan kebijakan Reforma Agraria di kabupaten yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa itu.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya menandatangani Surat Keputusan Nomor 1B/T/2021 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria Tahun 2021 (tertanggal 29 Januari 2021).
Tim ini diharapkan agar mampu mengupayakan percepatan penanganan 137 Konflik Agraria yang diprioritaskan pada tahun 2021.
“Kantor Staf Presiden telah menerima 16 pengaduan konflik agraria dari masyarakat yang juga telah diterima dengan baik oleh Bupati Banyuwangi. Di tahun 2021 sendiri ada 4 lokasi permukiman dalam kawasan hutan yang akan diprioritaskan penyelesaiannya dan dikawal secara intensif oleh Tim Agraria Bersama 2021,” kata Tenaga Ahli Utama KSP, Usep Setiawan dalam keterangannya, Jumat (27/8/2021).
Baca juga: KSP Tinjau Langsung Isu Perbedaan Data Kematian Covid-19 di Lampung
TIM KSP mengunjungi salah satu lokasi prioritas penyelesaian konflik agraria di Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi.
“Posisi penyelesaian dari lokasi Desa Karangdoro sudah di depan gawang,” Ungkap Usep.
Ia pun menambahkan KSP hadir untuk mempercepat penyelesaiannya.
“Warga Desa Karangdoro sudah terlalu lama mimpinya. Sudah mengajukan hampir 13 kali untuk dilepas dari kawasan hutan,” kata Sunaryo, Kepala Desa Karangdoro kepada Tim KSP.
Sunaryo menambahkan, warga Karangdoro sudah menempati wilayah di kawasan hutan sejak tahun 1943.
Selain itu, sejak tahun 2000, masyarakat disana sudah tidak dapat membayar pajak karena kawasan tempat tinggalnya tidak memiliki kepastian hukum.
“Banyak yang sudah menjanjikan akan disertifikasi. Kami sangat berharap nanti saya bisa mati dengan tenang karena warisan anak cucu sudah mendapatkan kepastian [hukum],” kata Jumeno, salah satu warga Dusun Sumberagung, Desa Karangdoro.
Selain berdiskusi dengan masyarakat, Tim KSP juga berdialog dengan pemimpin daerah.
Pasalnya, penyelesaian konflik agraria melalui kolaborasi di tingkat pusat juga harus didukung oleh kolaborasi di tingkat daerah.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani pun mengakui bahwa penyelesaian konflik agraria di Banyuwangi cukup rumit karena memiliki faktor historis yang kuat dan diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi juga berkomitmen untuk segera menyusun mekanisme penyelesaian konflik dan membawa skema tersebut ke Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Banyuwangi.