Sanksi Potong Gaji Lili Pantauli Dinilai Terlalu Ringan, MAKI: Putusan Cemen, Aturan Dewas KPK Juga
MAKI nilai penjatuhan sanksi potong gaji pada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli terlalu ringan: Putusan Cemen, Aturan Dewas KPK Juga.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan sanksi berupa potongan gaji pokok bagi Wakil Ketua KPK, Lili Pantauli Siregar.
Hal itu lantaran Lili terbukti melanggar kode etik sebagai pimpinan KPK, karena menyalahgunakan jabatannya untuk berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial yang terseret kasus suap jual beli jabatan.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai sanksi potongan gaji ini terlalu ringan.
Ia menyayangkan keputusan Dewas KPK yang dinilai terlalu takut alias cemen dalam menjatuhkan hukuman setimpal bagi Lili.
Baca juga: Bukan Delik Aduan, MAKI Sebut Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar Terancam 5 Tahun Penjara
Boyamin pun membandingkan ancaman hukuman berat antara pimpinan KPK yang tertuang dalam aturan Dewas KPK dengan pegawai sipil.
"Perbandingannya kalau di dunia pegawai negeri sipil, pemotongan gaji itu adalah termasuk sanksi sedang."
"Kalau berat, dalam konteks pemberhentian dengan hormat dan tidak terhormat," ucap Boyamin, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Senin (30/8/2021).
"Kategori berat kalau di peraturan Dewas KPK itu potong gaji, kedua diminta mengundurkan diri," imbuh dia.
Baca juga: Sebulan Sebelum Ditangkap KPK, Bupati Puput Mutasi 18 Pejabat Penting di Probolinggo
Dari perbandingan ini, Boyamin menilai kategori sanksi berat dalam aturan Dewas KPK juga terlalu ringan.
"Bukan hanya putusannya yang cemen, tapi peraturannya juga sangat cemen. Jadi tidak bisa berharap banyak," jelas Boyamin.
Lanjutnya, Boyamin mengingatkan pelanggaran kode etik pimpinan KPK merupakan delik umum, yang mengacu pada UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Lili Pantauli dinilai pantas menerima hukuman 5 tahun penjara.
"Mengadopsi pasal 36 dan pasal 65 UU KPK tentang larangan bertemu dengan pihak lain yang menjadi 'pasien' KPK dengan ancaman hukuman (penjara) 5 tahun," tutur dia.
Baca juga: Dewas KPK Ungkap Kronologi Pertemuan Lili Pintauli dengan Walkot Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial
Di sisi lain, Boyamin juga menyinggung sikap Lili yang sempat menampik kabar dirinya menghubungi M Syahrial.
Penolakan Lili ini seharusnya dapat memberatkan hukuman yang harus diterima.
Untuk itu, kini yang bisa diharapkan, kata Boyamin adalah pengunduran diri Lili Pantauli dari jabatannya sebagai pimpinan KPK.
"Saya berharap Bu Lili bisa bersedia mengundurkan diri, demi kebaikan KPK, demi pemberantasan korupsi," kata dia.
Tanggapan Eks Jubir KPK: Menyedihkan
Sementara itu, rasa kecewa atas sanksi potong gaji pada Lili Pantauli juga disampaikan Eks Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Menurut Febri, hukuman yang diberikan Dewas kepada Lili Pintauli dinilai kurang berat.
Dikatakannya, gaji Lili Pintauli hanya berkurang sekitar Rp 1,85 juta per bulan.
" Pimpinan KPK terbukti melanggar Etik: 1. Menyalahgunakan pengaruh utk kepentingan pribadi;
2. Berhubungan langsung dg pihak yg perkaranya ditangani KPK."
"Tapi hanya dihukum potong gaji Rp1,85 juta/bulan (40% gapok) dari total penerimaan lebih dari Rp80juta/bulan.
Menyedihkan," kata Febri melalui akun Twitter-nya, @febridiansyah, Senin (30/8/2021).
Menurut Febri, Dewas KPK punya pilihan sanksi yang berat ditimbang potongan gaji, yakni meminta Lili Pinatuli mundur dari jabatan pimpinan KPK.
Sanksi itu tertuang dalam Pasal 10 ayat 4 Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020.
"Meminta Pimpinan mundur dari KPK. Tapi itu tidak dilakukan," lanjut Febri.
Namun, Febri tak bisa berharap banyak dari putusan Dewas KPK.
Dalam cuitannya, Febri pun menyinggung persoalan pimpinan KPK yang menaiki helikopter hingga polemik TWK.
"Dulu saat Ketua KPK terbukti melanggar etik naik helikopter jg dihukum ringan."
"Sementara kebijakan TWK yang jelas-jelas melanggar aturan dkatakan tdk cukup bukti pelanggaran etik," jelas dia.
Baca juga: Kadernya Kena OTT KPK, NasDem: Kita Tak akan Menghalang-halangi
Dari penjatuhan hukuman pada pimpinan KPK yang ringan, Febri meragukan kehadiran Dewas KPK dalam menjaga marwah KPK sesuai standar.
Menurutnya, saat ini pengawasan Dewas KPK semakin melemah.
"Sebelum ada Dewas, dulu jika Pimpinan KPK melanggar etik maka dibentuk Komite Etik KPK."
"Komposisinya dominan eksternal dr unsur tokoh masyarakat."
"Sanksi untuk Pimpinan bahkan diatur lebih berat dibanding Pegawai."
"Tapi sekarang, justru pengawasan semakin melemah sekalipun ada Dewas," tutur Febri.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)
Baca berita lain soal Penyidik KPK Memeras
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.