ICW Minta KPK Dalami Potensi Suap di Balik Komunikasi Lili Pintauli dengan Syahrial
ICW meminta agar kedeputian penindakan KPK mendalami potensi tindak pidana suap di balik komunikasi Lili Pintauli dengan M Syahrial.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar kedeputian penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami potensi tindak pidana suap di balik komunikasi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai Muhamad Syahrial.
"Kedeputian penindakan KPK harus mendalami potensi suap di balik komunikasi Lili Pintauli Siregar," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (1/9/2021).
Kurnia menilai, penelusuran komunikasi antara Lili Pintauli dengan Syahrial penting dilakukan.
Sebab, dalam sidang putusan etik yang digelar Dewan Pengawas KPK, terungkap Lili sempat membahas kasus yang menjerat Syahrial.
"Penelusuran ini penting untuk dilakukan oleh KPK. Sebab, pembicaraan antara Lili dan Syahrial dalam konteks perkara yang sedang ditangani oleh lembaga antirasuah itu," katanya.
Baca juga: Terbukti Langgar Etik Temui Pihak Beperkara di KPK, Lili Pintauli Disebut Berperilaku Koruptif
"Jika kemudian terbukti adanya tindak pidana suap, maka Lili Pintauli Siregar dapat disangka dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman penjara seumur hidup," lanjut dia.
Tak hanya itu, ICW juga meminta agar Dewas KPK melaporkan Lili Pintauli Siregar ke pihak kepolisian.
Langkah hukum ini, kata Kurnia, bukan yang pertama kali dilakukan KPK.
Sebelumnya, KPK pernah melaporkan pimpinannya ke pihak kepolisian.
Baca juga: MAKI: Pelanggaran Lili Pintauli Bukan Delik Aduan, Bisa Terancam 5 Tahun Penjara
"Pada tahun 2009 lalu, Komisioner KPK, Bibit Samad Riyanto, juga pernah melakukan hal tersebut tatkala melaporkan Antasari Azhar karena diduga bertemu dengan Anggoro Widjaja, Direktur PT Masaro Radiokom di Singapura," ungkap Kurnia.
"Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 secara jelas menyebutkan adanya ancaman pidana penjara hingga lima tahun bagi komisioner yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara di KPK," imbuhnya.
Patut diketahui, Lili Pintauli Siregar dinyatakan terbukti bersalah melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK.
Atas pelanggaran etiknya tersebut, Lili dijatuhi sanksi berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama satu tahun atau 12 bulan.
Lili dinyatakan bersalah melanggar Pasal 4 Ayat 2 huruf b dan a Peraturan Dewas nomor 02 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.
Baca juga: Gaji Dipotong Karena Terbukti Bocorkan Kasus, Lili Pintauli Masih Kantongi Rp 87 Juta Per Bulan
Pelanggaran etik Lili yakni berkaitan dengan pemberian informasi mengenai perkembangan penanganan perkara di Tanjungbalai yang menyeret Syahrial.
Kurnia menilai putusan Dewas KPK terhadap Lili Pintauli terlalu ringan.
Sanksi pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan tersebut, dianggap Kurnia tidak sebanding dengan perbuatan Lili yang telah memanfaatkan jabatan sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan keluarganya.
"Selain itu, Lili juga turut membantu perkara mantan Walikota Tanjung Balai, Syahrial, dengan cara menjalin komunikasi dan memberikan kontak seorang advokat di Medan," ujar Kurnia.
"Perbuatan Lili Pintauli dapat disebut sebagai perbuatan koruptif, sehingga Dewan Pengawas seharusnya tidak hanya mengurangi gaji pokok Lili, tetapi juga meminta yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPK," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.