PPP : Jangan Biarkan Mantan Napi Pedofilia Lalu Lalang Tampil di Media Tanpa Sesali Kesalahannya
Muhammad Iqbal menyayangkan sejumlah televisi yang justru membesar-besarkan dan merayakan kebebasan Saipul Jamil.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PPP Muhammad Iqbal menyayangkan sejumlah televisi yang justru membesar-besarkan dan merayakan kebebasan Saipul Jamil.
Apalagi, sebelumnya Saipul Jamil telah dihukum penjara dalam kasus kekerasan seksual dan terbukti menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Perayaan pembebasan itu melukai hati korban kekerasan seksual dan pihak keluarga. Korban bisa jadi sulit pulih saat pelaku malah disambut seperti pahlawan," ujar Iqbal, dalam keterangannya, Selasa (7/9/2021).
"Jangan biarkan mantan narapidana pencabulan anak usia dini (pedofilia) berlalu-lalang bahagia tampil di media tanpa menyesali kesalahannya, sedangkan korbannya masih terus merasakan trauma," imbuhnya.
Baca juga: Menteri Sampai Bereaksi, 7 Kritikan Buntut Saipul Jamil Bebas dan Tayang di TV
Iqbal lantas menyinggung adanya petisi yang memboikot Saipul Jamil untuk tampil di televisi.
Petisi melalui change.org yang ditujukan untuk KPI itu hingga 5 September 2021 telah mengumpulkan lebih dari 270 ribu tanda tangan secara daring.
Menurutnya, boikot melalui petisi ini menunjukkan keinginan masyarakat dalam menegakkan keadilan dan membasmi kekerasan seksual.
"Kesadaran masyarakat ini harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk pihak lembaga penyiaran . Oleh karena itu, kami meminta pihak KPI Pusat dapat memberikan pemahaman kepada lembaga penyiaran yang meliput perayaan kebebasan Saipul Jamil agar tidak lagi memberitakan tentang perayaan pembebasan ini," kata Sekeretaris Fraksi PPP MPR RI itu.
Berdasarkan Pasal 11 ayat 1 Pedoman Perilaku Penyiaran yakni lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik, juncto Pasal 11 ayat 1 Standar Program Siaran, yakni program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Pedoman ini harus menjadi pertimbangan khusus bagi lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siarannya. Apalagi, frekuensi yang dipakai TV adalah milik publik, bukan personal," tandasnya.