Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi XI Bantah Ada Transaksional dalam Uji Kelayakan Anggota BPK: Kami Masih Punya Akal Sehat

Achmad Hatari membantah tudingan dari Formappi soal kemungkinan adanya praktik permainan uang dalam uji kelayakan calon anggota BPK RI

Penulis: Reza Deni
Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Komisi XI Bantah Ada Transaksional dalam Uji Kelayakan Anggota BPK: Kami Masih Punya Akal Sehat
Tribunnews.com/Reza Deni Saputra
Wakil Ketua Komisi XI Achmad Hatari di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hatari membantah tudingan dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) soal kemungkinan adanya praktik permainan uang dalam uji kelayakan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

"Terlalu kecil itu, enggak ada dan tidak benar itu," kata Hatari di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021).

Legislator Nasdem itu mengatakan Komisi XI masih punya akal sehat dan tidak mungkin hal itu terjadi.

"Komisi XI masih punya akal sehat. Masa bisa punya perilaku seperti itu, tidak mungkin," ujar Hatari.

Baca juga: Direncanakan Tertutup, Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota BPK Akhirnya Digelar Terbuka

Menurut Hatari, Komisi XI mencari sosok yang punya kapasitas dan kapabilitas dalam uji kelayakan kandidat Anggota BPK ini.

"Kemudian yang paling penting lagi adalah mereka harus menguasai persoalan tentang badan pemeriksa keuangan negara," katanya

BERITA REKOMENDASI

Pasalnya menurut Hatari, di Undang-Undang mengatakan bahwa satu-satunya lembaga di Indonesia ini yang berhak menghitung keuangan dan kerugian negara adalah BPK.

"Sementara badan atau lembaga lain oleh UUD tidak disarankan," ujarnya.

Sebelumnya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyampaikan bahwa praktik permainan uang dalam pemilihan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat mungkin terjadi.

Baca juga: Statusnya Dipertanyakan Saat Uji Kelayakan Calon Anggota BPK, Begini Jawaban Nyoman Adhi

"Peluang terjadinya praktek permainan memakai uang untuk lolos seleksi sangat mungkin terjadi," kata Lucius, kepada wartawan, Selasa (7/9/2021).

Menurut Lucius, praktik transaksional dalam perekrutan pejabat publik ini selalu saja muncul lantaran sudah adanya kejadian serupa yakni pada pemilihan pejabat Bank Indonesia yang berujung pada penetapan Miranda Goeltom sebagai terpidana.

"Praktek membeli dukungan untuk mendapatkan jabatan seperti menjadi anggota BPK juga bisa saja terjadi karena toh suara anggota DPR akan menjadi penentu di satu sisi dan di sisi lain nafsu para calon untuk bisa duduk di BPK sangat tinggi. Karena itu ya mungkin saja itu permainan uang itu," beber Lucius.

Oleh karena itu, sambung Lucius, proses seleksi anggota BPK memang harus dilakukan terbuka.

Baca juga: Komisi XI Tegaskan Uji Kelayakan Calon Anggota BPK Profesional Melalui Mekanisme Politik

Menurutnya, keseriusan DPR untuk taat pada aturan terkait syarat pencalonan juga mutlak diperlukan untuk mencegah kemungkinan adanya permainan.

"Dengan proses yang terbuka pun jaminan tidak adanya permainan masih mungkin terjadi karena negosiasi bisa saja terjadi sebelum proses seleksi terbuka dilakukan," ujarnya.

Dari sumber internal di DPR RI menyebut bahwa dua calon anggota BPK inisial D dan N diduga kuat telah mengumpulkan anggota Komisi XI DPR dalam rangka menyukseskan mereka sebagai calon anggota V BPK.

Baca juga: Uji Kelayakan Calon Anggota BPK Digelar Besok di Komisi XI DPR

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy Satyo Purwanto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi seleksi tersebut. Dengan adanya pengawasan KPK, kata Satyo diharapkan proses seleksi lebih transparan dan kredibel.

"BPK sebagai lembaga auditor negara harus memiliki komitmen tinggi terhadap integritas seluruh pegawai dan pimpinan. Bagaimana mungkin bisa menjalankan fungsi akuntabilitas jika adanya dugaan transaksi dalam proses seleksi. Praktik ini harus dieliminir sedini mungkin," kata Satyo Purwanto.

Satu dari sembilan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan berakhir masa jabatannya.

Maka sesuai dengan ketentuan pasal 14 UU 15/2006 Tentang BPK, maka diperlukan pergantian untuk mengisi kekosongan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas