KPK Duga Proyek di Banjarnegara Wajib Didukung PT Sambas Wijaya
(KPK) menduga ada kewajiban berupa surat dukungan dari PT Sambas Wijaya (SW) bagi para peserta lelang untuk mengerjakan paket pekerjaan di Kabupaten
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada kewajiban berupa surat dukungan dari PT Sambas Wijaya (SW) bagi para peserta lelang untuk mengerjakan paket pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Dugaan itu didalami tim penyidik KPK lewat pemeriksaan terhadap Komisaris PT Sambas Wijaya Eling Purwoko pada Rabu (8/9/2021).
Eling diperiksa sebagai saksi untuk mendalami kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya kewajiban berupa surat dukungan dari PT SW (Sambas Wijaya) bagi para peserta lelang untuk mengerjakan paket pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (9/9/2021).
Akan tetapi, juru bicara berlatar belakang jaksa itu enggan memerinci surat yang dimaksud.
Namun surat dukungan dari PT Sambas Wihaya itu diyakini terkait dengan dugaan rasuah yang diulik.
Tim penyidik KPK turut memeriksa Direktur Utama PT Buton Tirto Baskoro I Putu Doddy di hari yang sama.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Video Budhi Sarwono Ngaku Harus Korupsi karena Gaji Bupati Kecil Kembali Viral
KPK meminta Doddy menjelaskan paket pekerjaan yang dikerjakan perusahaannya di Banjarnegara.
KPK menjerat Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) dan Kedy Afandi (KA) selaku pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut bahwa pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaan dan pernah menjadi ketua tim sukses dari Budhi saat mengikuti proses pemilihan kepala daerah Kabupaten Banjarnegara untuk memimpin rapat koordinasi (rakor).
Rakor tersebut dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu.
Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.
Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo.
Baca juga: KPK Cari Tahu Aliran Dana PT Bumi Rejo atas Perintah Bupati Banjarnegara
Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.
KPK menduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.
Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.