Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Gejolak di Papua Terus Berlarut-larut Tak Ada Kaitannya dengan Pergantian Panglima TNI

Saat ini Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki pensiun pada November 2021 mendatang. 

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pengamat: Gejolak di Papua Terus Berlarut-larut Tak Ada Kaitannya dengan Pergantian Panglima TNI
Dok Humas Polda Papua
Personel Satgas Nemangkawi di Kali Yegi, Distrik Dekai, untuk mencari pekerja PT Indo Papua yang melarikan diri dari KKB, Yahukimo, Papua, Senin (23/8/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) Soleman B. Ponto mengatakan tidak kunjung selesainya gejolak atau permasalahan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua tidak ada kaitannya dengan pergantian Panglima TNI

Saat ini Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki pensiun pada November 2021 mendatang. 

"Karena TNI merupakan institusi yang profesional. Siapapun panglima - nya tidak akan mempengaruhi profesionalitas TNI," ujar Soleman B. Ponto, dalam keterangannya, Kamis (9/9/2021).

Soleman memaparkan tidak kunjung selesainya permasalahan KKB Papua justru karena ada masalah dengan cara penanganannya. Teranyar adalah penyerangan yang diduga dilakukan oleh KKB terhadap Pos Koramil Kisor di Afiat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Kamis (2/9/2021) dini hari.

Baca juga: KSAL Wakili Panglima TNI Berangkatkan Satgas Covid-19 ke Papua Gunakan Pesawat TNI AU

"Itu artinya ada masalah dengan cara penanganannya," jelasnya.

Soleman menyebut, masalah KKB yang tidak selesai juga dikarenakan Otonomi Khusus (Otsus) yang belum selesai. Apalagi sejumlah pihak di Papua juga menolak revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Karena itu Otsus Papua belum berjalan dengan benar.

Baca juga: Profil Praka Dirhamsyah, Anggota TNI yang Jadi Korban Serangan Brutal Teroris KKB Papua

Berita Rekomendasi

"Kalau Otsus berjalan maka keamanan di Papua juga bisa jalan," paparnya.

Terkait apakah perlu operasi gabungan yang melibatkan Marinir dan Paskhas, selain Kopassus untuk memberantas KKB, Soleman justru mempertanyakan apakah saat ini yang terjadi di Papua operasi militer atau penegakan hukum.

Baca juga: KKB Terus Bergejolak, Filep Wamafma Uraikan Akar Persoalan

Jika operasi militer maka lakukan dengan operasi militer. Namun jika operasi penegakan hukum maka lakukan dengan optimal. 

Soleman mengakui secara teori kekuatan KKB memang tidak sebanding dengan TNI, yang memiliki SDM dan peralatan yang canggih, namun harus dipahami bahwa KKB menguasai wilayah. 

Selain itu pada dasarnya KKB merupakan kelompok yang gemar dan terbiasa untuk berperang. Tidak heran di Papua kerap terjadi perang antar suku.

"Jadi dalam berperang mereka tidak perlu teknologi. Mereka juga memanfaatkan kelengahan dari pihak lain. Jika lawan lengah maka akan diserang," ucapnya.

Sementara itu, pengamat terorisme dan intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menduga ada upaya membangun opini, propaganda, image building agar calon tertentu dilirik Presiden.

Harits menegaskan yang dibutuhkan dalam penyelesaian gejolak Papua adalah top leader dari NKRI yang mumpuni, mempunyai kapasitas, kredibel dan dukungan politik yang konstruktif dari parlemen dan berbagai pihak.

Apakah TNI yang bergerak untuk menumpas KKB itu tergantung keputusan politik pemerintah.

Di sisi lain, Harits menyebut menahunnya kasus teroris separatisme di Papua dipengaruhi dua faktor utama.

Pertama, keingingan dan kapasitas pemerintah pusat untuk menuntaskan kasus Papua secara berimbang proporsional dengan semua pendekatan, tegas, terukur dan komprehensif.

Sejauh apa hal pertama ini dimiliki pemerintah pusat, akan berpengaruh signifikan pada penyelesaian problem Papua.

Kedua, komitmen para pemimpin lokal Papua untuk mengakhiri konflik. Komitmen untuk bersama membangun Papua yang makmur adil dan maju dengan berkeadaban.

Karena itu para penguasanya harus tidak bermental korup dan opuntunir. Masyarakat Papua sejatinya tidak akan memberikan dukungan aksi separatisme jika hidup mereka makmur dan berkeadilan.

"Pertemuan dua faktor diatas korelatif mampu mengamputasi gerakan teroris separatisme di Papua," tandasnya.

Demi menyelesaikan masalah KKB Papua, dia menyarankan pemerintah pusat perlu mengkaji secara serius untuk menemukan rintangan utama untuk membangun Papua. Selain itu pemerintah pusat juga harus konsisten menggerakkan semua komponen yang diperlukan untuk mencapai kemajuan - kemajuan riil disemua sektor di Papua. 

"Rakyat Indonesia di Papua jangan seperti ayam yang kelaparan di lumbung pagi. Tanah yang kaya dengan tambang-tambang, tapi mereka tetap hidup dalam kemiskinan dan tertinggal dalam banyak aspek dibanding wilayah Indonesia lainnya. Kalau perlu Jokowi kantornya pindah ke Papua, jika itu solusi pragmatisnya," tegasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas