ICW Siap Hadapi Laporan Moeldoko ke Polisi
(ICW) menghormati langkah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menghormati langkah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat.
ICW berharap Moeldoko memahami posisi pejabat publik yang memiliki tanggungjawab dan oleh karena itu, akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat luas karena wewenang besar yang dimilikinya.
"Pengawasan itu berguna agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik," kata tim kuasa hukum ICW Muhammad Isnur menanggapi pelaporan oleh Moeldoko ke polisi, Jumat (10/9/2021).
Isnur menjelaskan, kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik, yakni KSP Moeldoko dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme di tengah situasi pandemi COVID-19.
Menurut dia, jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini lantas kembali memaparkan dua hal yang menjadi pokok persoalan selama ini.
Pertama, disebutkannya, KSP Moeldoko beranggapan ICW telah menuduh yang bersangkutan mendapatkan untung dalam peredaran Ivermectin.
"Menurut kami, KSP Moeldoko terlalu jauh dalam menafsirkan kajian tersebut," kata Isnur.
Sebab, dalam siaran pers yang ICW unggah melalui website lembaga maupun penyampaian lisan peneliti ICW, tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Moeldoko.
Baca juga: Moeldoko Polisikan Langsung Dua Peneliti ICW Atas Dugaan UU ITE
ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata “indikasi” dan “dugaan”.
"Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," ujar Isnur.
Kedua, terkait pernyataan peneliti ICW terkait dengan kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
"Kami sudah sampaikan bahwa terdapat kekeliruan penyampaian informasi secara lisan," kata Isnur.
Sebab, dijelaskannya, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers.