Kata Kuasa Hukum Terduga Pelaku Pelecehan di KPI soal Mediasi Damai: MS Beri Syarat Cukup Aneh
Berikut penjelasan Kuasa Hukum terduga pelaku RT dan EO kasus pelecehan dan bullying di KPI soal mediasi damai: MS Beri Syarat Cukup Aneh.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum terduga pelaku pelecehan dan bullying di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RT dan EO, Tegar Putuhena angkat suara soal mediasi damai antara kliennya dengan terduga korban MS.
Ia menuturkan ajakan damai diinisiasi sendiri oleh MS dan keluarganya.
Tegar menyebut, dalam mediasi yang digelar di kantor KPI pada Rabu (8/9/2021), pihaknya dan MS sama-sama saling melempar syarat perdamaian.
Pihaknya minta MS untuk mengembalikan nama baik kliennya, dengan cara membantah adanya insiden pelecehan dan bullying.
Baca juga: Pengacara MS: Pertemuan dengan Terlapor untuk Rencana Perdamaian Difasilitasi Komisioner KPI
Sebab, dari perkara ini, nama balik kliennya sudah terlanjur tercoreng.
Bahkan, ia meyakini insiden pelecehan dan bullying ini tak pernah terjadi.
"Dari pihak kami, berupa syarat merestorasi keadaan kembali seperti semula."
"Konkritnya, karena nama klien kami sudah terlanjur rusak dan tercemar karena tuduhan yang belum terbukti benar adanya, maka syarat itu diminta."
"Saudara MS harus membuat pernyataan dan mengakui, peristiwa itu memang tidak pernah ada. Saya kira ini wajar," ungkap Tegar, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (11/9/2021).
Baca juga: Korban Disuruh Teken Surat Damai Oleh Komisioner KPI, Ini Kata Kuasa Hukum
Selain itu, Tegar juga menjelaskan apa persyaratan damai yang diminta MS.
Menurutnya, ada satu persyaratan dari MS yang cukup aneh, yakni meminta kliennya untuk tak didampingi kuasa hukum dalam mengurus kasus ini.
"Sebaliknya dari pihak MS juga memberikan syarat, syaratnya cukup aneh. Karena, MS meminta agar pihak klien kami mencabut kuasa dari advokat yang saat ini mendampingi mereka."
"Padahal kan itu hak pribadi berhak atas bantuan dan pendampingan hukum. Itu agak aneh kalau itu masuk dalam salah satu syarat dari suatu perjanjian damai," kata Tegar.
Inisiatif Damai dari Pihak MS
Tegar menegaskan, inisiatif berdamai datang dari MS, bukan pihaknya.
Bahkan, ia mengaku pihaknya tak ada niatan untuk berdamai dari awal.
"Inisiatif damai justru muncul dari saudara MS dan keluarganya sendiri."
"Sejak awal tidak menganisasi perdamaian, karena dari awal konferensi pers saudara MS, pintu damai sudah tertutup sehingga mereka melakukan pelaporan ke kepolisian," lanjut dia.
Dikatakannya, saat ini kepentingan terlapor RT dan EO adalah mengungkap fakta yang sebenarnya sehingga nama mereka bisa pulih kembali dengan baik.
Baca juga: Kuasa Hukum Terlapor Bantah Kliennya Ajak Damai: MS Datang Bersama Ibunya ke KPI Nangis-nangis
Pihaknya memastikan akan tetap menjalani proses hukum yang ada secara kooperatif.
"Kami tetap menghadapi proses hukumnya ini, kita hadapi dengan kooperatif setiap tahapan dan prosedur hukum harus kita lewati," ujarnya.
Sebelumnya, kata Tegar, pihak MS dan keluarga yang awalnya mendatangi KPI pada Selasa (10/9/2021) sembari menangis memohon diadakan mediasi dengan terduga pelaku.
"Pada Selasa (7/9/2021), MS bersama ibunya datang ke KPI nangis-nangis kemudian minta pihak KPI untuk mediasi pertemuan dengan pihak kami, dengan klien dan terlapor lainnya."
"Dalam rangka untuk membahas penyelesaian perkara ini sebelum masuk ke proses hukum," jelas Tegar.
Merespon inisiatif itu, terlapor RT dan EO pun menyetujui untuk membahas perdamaian.
KPI Kena Imbas, Diminta Bubar
Buntut dari kasus ini, pemerintah dan DPR RI diminta untuk membubarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Permintaan itu diungkapkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui juru bicaranya Dara Nasution.
Tuntutan itu muncul terkait dugaan intimidasi yang korban pelecehan seksual MS agar korban mencabut laporannya.
"Dugaan intimidasi kepada korban MS supaya mencabut laporannya menunjukkan bahwa KPI tidak benar-benar serius mengawal kasus ini."
"Kalau mengawal kasus di internal saja tidak mampu, berarti KPI sudah kehilangan legitimasi untuk mengurusi moral bangsa. "
"Sudah tidak ada gunanya, sebaiknya KPI bubar saja," ujar Dara, kepada Tribunnews.com, Jumat (10/9/2021).
Baca juga: Ketua KPI Disorot Lagi, Ngomong di Acara Konten Kreator tapi Kabur dari Talkshow Jurnalistik
Dia menambahkan, dari tahun ke tahun, masyarakat hampir tidak pernah mendengar kinerja positif dari KPI.
Menurutnya, masyarakat hanya terus menerus disodorkan dengan kontroversi demi kontroversi.
"Mulai dari membatasi lagu di radio, sensor iklan Shopee, mau mengawasi Netflix. Di sisi lain, kualitas tayangan TV nasional juga tidak ada perbaikan," kata Dara.
Dara juga menyinggung anggaran operasional KPI yang mencapai Rp60 miliar.
Baca juga: KPI Beri Tanggapan Soal Diblurnya Shizuka dan Pernikahan Artis di TV
Dia mengaku tak rela uangnya yang dibayarkan ke negara melalui pajak harus digunakan membiayai lembaga yang tak becus bekerja.
"Sebagai pembayar pajak, kami tidak rela uang kami dipakai membiayai lembaga yang performanya tidak becus dan tersangkut skandal seks."
"Di masa pandemi ini, lebih baik anggaran untuk KPI digunakan membantu rakyat," kata Dara.
"Apa yang dialami oleh MS adalah potret buram penanganan kekerasan seksual di negeri ini. Ini seperti melihat kasus Ibu Baiq Nuril terulang kembali. "
"Tentu ini preseden buruk karena akan berpotensi membungkam korban-korban lainnya. Pihak kepolisian mestinya lebih berpihak pada korban," tandasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Vincentius Jyestha)