KPK Terus Dalami Pengaturan Proyek di Banjarnegara
KPK terus mendalami dugaan adanya pengaturan proyek yang dimainkan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) bersama Kedy Afandi (KA).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan adanya pengaturan proyek yang dimainkan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) bersama Kedy Afandi (KA).
Pendalaman dilakukan lewat pemeriksaan Direktur PT Harya Dewa, Sugeng Karyoto pada Selasa (14/9/2021) di Gedung Perwakilan BPKP DI Yogyakarta.
Sugeng diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi, yang menjerat Budhi dan Kedy.
"Sugeng Karyoto (Direktur PT Harya Dewa), yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya pengaturan paket proyek pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara baik langsung oleh tersangka BS maupun melalui KA," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).
Baca juga: KPK Duga Budhi Sarwono Atur Pemenang Proyek di Banjarnegara
Selain itu, di hari dan tempat yang sama, tim penyidik KPK turut memeriksa Wakil Direktur/pemilik PT Himah Kurnia, Herry Mudzakir.
"Herry Mudzakir (Wakil Direktur/ Pemilik PT Himah Kurnia), yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi berbagai barang bukti yang diperoleh tim penyidik saat melakukan penggeledahan beberapa waktu lalu dan sekaligus dilakukan penyitaan dokumen," ungkap Ali.
KPK menjerat Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) dan Kedy Afandi (KA) selaku pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018.
Baca juga: KPK Periksa Direktur PT Anugrah Setya Buana Sebagai Saksi Kasus Korupsi Bupati Banjarnegara
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut bahwa pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaan dan pernah menjadi ketua tim sukses dari Budhi saat mengikuti proses pemilihan kepala daerah Kabupaten Banjarnegara untuk memimpin rapat koordinasi (rakor).
Rakor tersebut dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu.
Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.
Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo.
Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.
KPK menduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.
Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.