Kepala BNPT: Kelompok Garis Keras di Indonesia Mulai Alihkan Dukungan dari ISIS ke Taliban
Ini masih laporan intelijen, kalau kita lihat kelompok-kelompok garis keras kita yang pernah terjaring terorisme.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan, kelompok garis keras di dalam negeri, kini mengalihkan dukungan dari ISIS ke Taliban.
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar mengatakan kelompok garis keras ini awalnya mendukung ISIS, tetapi sejak Taliban berkuasa di Afganistan, dukungan ke Taliban meningkat.
"Ini masih laporan intelijen, kalau kita lihat kelompok-kelompok garis keras kita yang pernah terjaring terorisme."
"Ini kayaknya lagi dukung ISIS atau dukung Taliban."
"Padahal Taliban dengan ISIS berkelahi di sana," ungkap Komjen Boy Rafli Amar dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, Rabu (15/9/2021).
Boy menjelaskan, pergeseran dukungan kelompok garis keras ini juga masuk perhatian BNPT.
"Mereka sebenarnya juga ada pihak-pihak memprovokasi, memberangkatkan, yang mereka katakan mujahid."
"Karena punya sejarah tahun 80-an sekian, seperti katakan Ali Imron, Imam Samudera, Hambali, itu kan mereka lahir di Afganistan," tuturnya.
Baca juga: Pemimpin Taliban Dikabarkan Mulai Bertikai Perebutkan Jabatan di Pemerintahan
Mantan Kapolda Papua itu menilai, kelompok garis keras ini ingin mengulang sejarah hubungan antara gerakan terorisme dengan Afganistan.
"Kami melihat sebelumnya mereka sebenernya pendukung-pendukung ISIS."
"Nah, ini kondisi hari ini, tentu kita bersama dengan seluruh kementerian atau lembaga, kita berupaya agar melakukan upaya kontra yang tepat terhadap ini," ucapnya.
Polri Pilih Waspada
Kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) diduga bersuka cita atas kemenangan kelompok militan Taliban, yang menguasai Ibu Kota Afganistan di Kabul sejak 15 Agustus 2021.
Hal itu disampaikan oleh pengamat teroris Noor Huda Ismail.
Hal ini untuk menanggapi kemenangan Taliban terhadap organisasi teroris yang masih eksis di Indonesia.
Ia menyampaikan, setidaknya ada dua kelompok teroris yang masih eksis di Indonesia, yaitu Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Dua kelompok ini menyikapi kemenangan Taliban secara berbeda-beda.
"Yang jelas JI dan JAD berbeda cara menyikapi kemenangan Taliban ini."
"Individu pro JI sangatlah suka cita dengan kemenangan ini, karena mereka mempunyai banyak kemiripan."
"Yaitu kelompok bersenjata dan punya tujuan jangka panjang mengubah negara," kata Huda saat dikonfirmasi, Minggu (22/8/2021).
Secara ideologis, kata Huda, kelompok JI dan Taliban memang berbeda.
Akan tetapi, mereka diketahui memiliki visi yang sama terkait tujuannya dalam bernegara.
"Sebenarnya tidak mirip juga, karena Taliban ini bukan salafi jihadi seperti JI."
"Taliban itu sebenarnya secara mazab itu hanafi, dan ideologi itu maturidi."
"Cuma keberhasilan Taliban merebut kekuatan itu sama dengan impian JI," ulasnya.
Sementara, kata Huda, kelompok teroris JAD berbanding terbalik menyikapi kemenangan Taliban.
Dia bilang, organisasi terlarang ini justru kritis terhadap kemenangan Taliban menguasai Kabul.
"JAD terkesan kritis dengan kemenangan ini."
"Karena bagi mereka, Taliban masih mau bekerja sama dengan orang-orang kafir seperti Cina dan Rusia, dan mereka dianggap lokal dari sisi perjuangan."
"Beda dari ISIS yang lebih mendunia-global ummah," jelasnya.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan Taliban bukan kelompok militan yang solid.
Sebab, ada beberapa faksi di dalam Taliban yang kini berkuasa.
"Taliban juga belum bisa menguasai seluruh wilayah Afganistan."
"Artinya, beberapa jaringan liar teroris masih bisa berkeliaran, dan di sinilah yang harus negara waspadai."
"Dilepaskannya ribuan tahanan yang terkait jaringan teror yang perlu dilihat juga."
"Ingat bahwa Al Baghdadi, pendiri ISIS, itu dulu juga mantan tahanan yang dibebaskan," papar Huda.
Atas dasar itu, Huda mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati terkait dengan gerakan JI di Indonesia.
Sebab, beberapa faksi Taliban diketahui memang memiliki hubungan dengan JI.
"Ya terjadinya hubungan antara komponen JI dengan Taliban yang faksi pro Alqaeda."
"Yang jelas yang berkuasa hari ini tidak pro Alqaeda."
"Tapi beberapa faksi kecil mereka ada yang pro Alqaeda," terangnya.
Sementara, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengaku belum mendapatkan informasi terkait kemungkinan adanya simpatisan Taliban di Indonesia.
Baca juga: Luhut: Kena Covid-19 Bukan Aib, yang Penting Jangan Sampai Meninggal
"Kita belum dapatkan informasi itu."
"Kita sedang lakukan penyelidikan ada kaitannya atau tidak," kata Argo kepada wartawan, Minggu (22/8/2021).
Argo menuturkan, pihaknya masih belum menentukan apakah ada keterkaitan kelompok Taliban di Afganistan, dengan kelompok-kelompok teroris yang ada di Indonesia.
"Kita belum bisa menentukan. Kita tetap waspada, kita tetap melakukan penyidikan," ucapnya.
Taliban menguasai Kabul, ibu kota Afganistan, sejak 15 Agustus 2021.
Presiden Afganistan Ashraf Ghani langsung meninggalkan kota sesaat Taliban berhasil menguasai kota.
Hal ini membuat warga berbondong-bondong meninggalkan Afganistan dan memenuhi bandar udara.
Setidaknya 26 Warga Negara Indonesia (WNI) telah dievakuasi ke Tanah Air dari Afganistan pada Sabtu (21/8/2021).
Taliban adalah kelompok militan yang berbasis di Afganistan.
Kelompok militer tersebut dilengkapi persenjataan dan menguasai hampir seluruh wilayah negara tersebut.