Ancaman Kapal China di Natuna, Prabowo Bawa Lisensi Kapal Perang Inggris
Menhan memproses lisensi fregat tipe Arrowhead 140 dari produsen asal Inggris, sehingga bisa dibangun di dalam negeri dan melindungi kedaulatan negara
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, telah memproses lisensi fregat tipe Arrowhead 140 dari produsen asal Inggris, Babcock sehingga bisa dibangun di dalam negeri dan melindungi kedaulatan negara.
Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, menerangkan modernisasi alutsista urgen untuk dilakukan guna merespons dinamika lingkungan strategis yang terjadi.
"Ini merupakan langkah maju sehingga diapresiasi," ucapnya saat dihubungi pada Minggu (19/9).
Baca juga: Konflik LCS: Kapal Perang China Masuki Laut Natuna & Australia akan Bangun 8 Kapal Selam Nuklir
Lisensi tersebut memungkinkan PT PAL Indonesia (Persero) membangun dua fregat Arrowhead 140 di Tanah Air.
Kapal tempur itu bakal dimodifikasi sesuai kebutuhan TNI Angkatan Laut (AL).
Sementara itu, Arrowhead 140 merupakan kapal fregat tempur yang tengah digandrungi dunia.
Kapal ini memulai debutnya dua tahun silam, saat Babcock memenangkan tender program fregat Inggris type 31 pada DSEI 2019.
Beni mengatakan, meski demikian, perlu waktu untuk meningkatkan kapabilitas militer.
Sebab, masih ada proses penganggaran, praproduksi, produksi, uji coba dan seterusnya.
Baca juga: Pangkoarmada I Pantau Situasi Laut Natuna Utara Lewat Udara, Tak Temukan Kapal Perang Asing
Sementara menunggu, ia mendorong pemerintah menempuh langkah diplomasi untuk merespons keadaan terkini, yaitu kehadiran kapal-kapal China di Laut Natuna Utara dengan mempertanyakan motif "Negeri Tirai Bambu" melewati dan beraktivitas di wilayah teritorial dan Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), terutama di perairan RI.
Langkah-langkah lain yang dapat diambil Indonesia, menurutnya, seperti mengerahkan lebih banyak TNI Angkatan Laut (AL) agar berpatroli di wilayah ZEE guna melindungi nelayan saat beraktivitas sehingga tidak merasa terintimidasi oleh kehadiran kapal-kapal China dan negara lainnya.
"Keseriusan pemerintah RI dalam melindungi kepentingan nasional dan penegakan kedaulatan Indonesia, khususnya di wilayah Natuna, seharusnya menjadi prioritas utama saat ini," katanya.
Ia mengatakan bahwa Natuna merupakan wilayah maritim Indonesia yang lebar dari garis pantai pulau terluar hingga ZEE diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Di dalamnya mengatur, bahwa RI hanya memiliki kedaulatan pada perairan di Kepulauan Natuna dalam lingkup Laut Teritorial sejauh 12 mil dari garis pantai dan laut pedalaman yang ada di antara kepulauan.
Baca juga: Amankan Laut Natuna Utara, TNI AL Kerahkan 5 KRI Secara Bergantian
Di Laut Teritorial, RI berkuasa sama seperti di wilayah darat dengan beberapa pengecualian, satu di antaranya kapal asing yang hendak masuk wajib memberitahukan terlebih dahulu.
"Tidak ada kapal asing yang boleh masuk ke wilayah ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," ujarnya.
Aparat keamanan baik TNI AL maupun Badan Keamanan Laut (Bakamla) diperkenankan mengejar dan menyetop kapal asing yang ke wilayah tersebut jika tanpa pemberitahuan sebelumnya karena mengganggu kedaulatan serta berhak memberlakukan hukum nasionalnya.
Yang terjadi, terang Beni, kapal survei China dikawal coast guard dan kapal AL Kunming 172-nya berlayar ke Laut Natuna.
Pun demikian dengan kapal perang Amerika Serikat (AS). Mereka memasuki kawasan ZEE Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.