DPR Minta Kemendag Atasi Harga Pakan Ternak, Solusinya Tidak Selalu Impor
Komisi VI DPR menggelar rapat kerja bersama Menteri Perdagangan membahas anomali harga telur yang saat ini anjlok di saat harga jagung untuk pakan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Komisi VI DPR menggelar rapat kerja bersama Menteri Perdagangan (Mendag) M. Luthfi membahas anomali harga telur yang saat ini anjlok di saat harga jagung untuk pakan naik.
Anggota Komisi VI DPR Mufti Aimah Nurul Anam mengaku mendapat banyak keluhan dari para peternak kecil di daerah atas hal ini.
Ia menjelaskan, para peternak telur ini sudah mulai gelisah ketika harga pakan jagung ini mulai naik di awal Juli 2021 sebelum akhrinya ada aksi Suroto, yang kemudian viral setelah melakukan aksi protes di tengah kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Blitar.
Harga jagung ini sudah di atas harga acuan pembelian (HAP) yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2021 yakni Rp 4500 per kilogram.
"Artinya memang di lapangan harganya tidak terkontrol degan baik. Kami melihat bahwa Kemendag memang belum optimal dalam mengelola perdagangan jagung ini," ujar Mufti dalam rapat kerja Komisi VI bersama Mendag dan jajaran di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (21/09/2021).
Ia mewanti-wanti kepada Kemendag untuk tidak gegabah dengan mengeluarkan kebijakan importase jagung atasi gejolak harga ini. Ditegaskannya, gejolak harga komoditi tidak selalu solusinya adalah impor sebab nyatanya saat ini, untuk jagung produksinya surplus.
Data dari Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan bahwa ada surplus jagung lokal di mana stok hingga pekan kedua September ini sekitar 2,3 juta ton.
Dengan surplus ini, kata politisi muda PDI Perjuangan ini, harusnya Kemendag bisa mengatur persoalan harga di tingkat peternak ini di mana pada Juli lalu sudah terjadi kenaikan.
"Harapan kami sudah ada mitigasi jemput bola kepada pelaku-pelaku penjual jagung untuk keluarkan stoknya untuk jual sesuai Permendag Nomor 7 Tahun 2020," tambah dia.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan M. Lutfi justru meragukan data stok jagung tersebut.
Menurutnya, jika ada stok jagung sebesar 2,3 juta ton, tidak mungkin harga di tingkat petani naik menjadi Rp 6100 per kilogram.
Luthfi memastikan telah mengecek ketersediaan jagung di pasaran bahkan sampai langsung ke pemain besar jagung. Namun dia memastikan, stok tersebut tidak ada.
"Kita sekarang sudah cek orangnya, 7 ribu saja nggak ada. Untuk keperluan di Blitar saja tidak ada," jelasnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi membantah pernyataan Mendag.
Pasalnya, kondisi jagung dalam negeri saat ini aman dan cukup. Hal ini diperkuat dengan data stok jagung minggu ke-II September 2021 sebesar 2,6 juta ton.
Secara rinci terdapat di Gabubangan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) 722 ribu ton, pengepul 744 ribu ton, agen 423 ribu ton, sisanya di eceran, rumah tangga, industri olahan dan usaha lainnya.
"Kita tidak boleh meragukan data pemerintah yang dipakai Kementan yang acuanya hasil perhitungan BPS. Sebab Presiden Jokowi sudah menetapkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang satu data Indonesia. Jadi kita harus konsisten untuk percaya perkembangan pertanian dari satu data," imbuh Prima Gandhi.(*)