Demokrat Tak Percaya Yusril Bersikap Netral: Dia Dapat Keuntungan dari Moeldoko
Rachland Nashidik menyoroti pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang mengaku netral dalam polemik AD/ART Partai Demokrat yang bakal digugat kubu Moeldoko
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Elite Partai Demokrat Rachland Nashidik menyoroti pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang mengaku netral dalam polemik AD/ART Partai Demokrat yang bakal digugat kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung.
Diketahui, Yusril merupakan kuasa hukum Kubu Moeldoko yang baru saja ditunjuk.
Rachland tidak setuju Yusril mengaku netral dalam hal tersebut.
"Skandal hina pengambilalihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik, dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas," katanya dalam keterangan yang diterima, Jumat (24/9/2021).
Rachland mengutip pernyataan Yusril bahwa saat ini terdapat kekosongan hukum berupa ketiadaan otoritas negara untuk menguji kesesuaian AD/ART partai politik dengan Undang-Undang.
Karena itulah, Yusril mendesak Mahkamah Agung agar mengklaim kewenangan tersebut dan menguji AD/ART Partai Demokrat.
"Tapi harapan agar partai partai politik di Indonesia menjadi partai politik modern, ada pada semua pihak. Justru karena itu, andai benar Yusril peduli, maka ia harus memeriksa AD/ART semua partai -- bukan cuma Demokrat," tambahnya.
Rachland mengatakan Yusril bisa saja memilih bertindak sebagai Profesor Tata Negara yang berjuang dengan sepenuhnya pamrih akademis.
Misalnya, dikatakan Rachland, yakni dengan mendorong legislative review terhadap UU Partai Politik agar "kekosongan hukum" yang ia sebut bisa dibahas para legislator dan hasilnya akan berdampak pada semua partai.
"Tapi tidak. Dia justru secara spesifik dan selektif menyoal AD/ART Partai Demokrat. Melewatkan secara sengaja AD/ART partai partai politik anggota koalisi pemerintah. Padahal, faktanya ada partai anggota koalisi pemerintah yang memiliki struktur Majelis Tinggi tetapi dengan kekuasaan yang bahkan jauh lebih besar, yakni berwenang membatalkan semua keputusan Dewan Pengurus," kata Rachland.
Baca juga: Langkah Baru, Kubu Moeldoko Gandeng Yusril Ihza Mahendra Gugat AD/ART Partai Demokrat Era AHY
Rachland menilai Yusril bila meneliti pasti juga akan menemukan AD/ART partai lain pendukung Jokowi yang mengatur KLB hanya bisa diselenggarakan atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
"Jadi kenapa hanya Demokrat? Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktek politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat," katanya.
Padahal sebagai advokat, Rachland mengatakan Yusril sebenarnya bisa menolak menjadi Kuasa Hukum Moeldoko tanpa berakibat pupusnya akses Moeldoko pada keadilan.
"Moeldoko bukan orang miskin. Duitnya mampu membeli jasa advokat lain. Klaim netralitas Yusril adalah tabir asap yang sia-sia menutupi pemihakannya pada KSP Moeldoko. Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktik politik yang menindas," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.