Juru Bicara Yusril: Kenapa Para Elite Partai Demokrat Terkesan Ketakutan dan Menyerang Pribadi YIM?
Sepekan terakhir ini, nama politisi Partai Bulan Bintang dan ahli Hukum Tata Negera, Yusril Ihza Mahendra, kembali jadi sorotan publik.
Editor: Malvyandie Haryadi
“Yusril bukan hakim yang memutuskan perkara, apalagi menjabat posisi tertentu di pemerintahan yang menangani masalah hukum, sebagai pengacara yang professional bukankah Yusril punya kewajiban mengakomodir hak-hak politik kliennya secara etika profesi yang dipegangnya? Tentu dengan cara memberikan alternatif langkah hukum yang masuk akal, terlebih klien yang diwakilinya juga punya legal standing untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung? Lalu dimana letak netralitas yang dimaksud Rachland?" ujar Jurhum.
Baca juga: Demokrat Tak Percaya Yusril Bersikap Netral: Dia Dapat Keuntungan dari Moeldoko
Oleh karena itu, menurutnya, wajar saja, jika Yusril merasa kritik-kritik itu bernada penyerangan terhadap dirinya selaku pribadi. Kritik-kritik itu tidak menyasar substansi perkara yang tengah dia advokasi, yakni AD/ART PD.
“Kalau Yusril bilang itu jurus mabuk, saya mau bilang itu jurus asal bunyi, alias asbun,” tambah Jurhum.
Yusril mendampingi empat kader menggugat AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan bahwa kantor hukum mereka IHZA&IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
Judicial Review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020.
Oleh karena AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan belaku setelah disahkan Menkumham, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat Menteri Hukum dan HAM.
Yusril dan Yuri mengatakan, bahwa langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.
Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.
"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?," kata Yusril dalam keterangannya, Kamis (23/9/2021).
Yusril mengatakan bahwa ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas.
Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ARD.
Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART.
Pengadilan TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.