Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Resmi Dipecat Hari Ini, Begini Kilas Balik Perjalanan 57 Pegawai KPK Hadapi Polemik TWK

KPK resmi memberhentikan 57 pegawai yang tak lolos TWK pada 30 september 2021, hari ini. Simak kilas balik perjalanan kasusnya.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Resmi Dipecat Hari Ini, Begini Kilas Balik Perjalanan 57 Pegawai KPK Hadapi Polemik TWK
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia ( BEM SI) melakukan demonstrasi di dekat gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (27/9/2021). Dalam aksinya mahasiswa mendesak Presiden Jokowi dan Ketua KPK Firli Bahuri membatalkan pemberhentian 56 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM - 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) resmi diberhentikan secara hormat pada Kamis (30/9/2021) hari ini.

Artinya, polemik TWK yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan ini akan menemui babak akhir.

Lantas, bagaimana perjalanan kasus dari polemik TWK ini?

Menelisik kembali perjalanan kasusnya, polemik TWK ini mulai muncul pada pertengahan Maret 2021 lalu.

Awalnya, KPK menggelar tes yang menjadi syarat pegawai KPK menyandang status sebagai ASN pada 9-10 Maret 2021 di Gedung Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta Timur.

Baca juga: Ingin Direkrut Jadi ASN Polri, Novel Baswedan Dkk: Berarti Kami Lolos TWK

Kemudian, soal-soal tentang TWK yang muncul dalam tes menjadi sorotan publik karena dianggap tidak relevan dengan nilai wawasan kebangsaan.

Setelah itu muncul nama 75 pegawai KPK yang disebut tidak lolos dalam tes TWK tersebut.

Berita Rekomendasi

Dari ke-75 nama itu, beberapa di antaranya seorang pejabat eselon, penyidik dan penyelidik senior di KPK yang sudah bekerja selama bertahun-tahun.

Contohnya seperti Novel Baswedan, Giri Suprapdiono yang menerima penghargaan Makarti Bhakti Nagari Award, dan Harun Al Rasyid yang dijuluki Raja Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Penyidik nonaktif KPK, Novel Baswedan bersama sejumlah pegawai KPK nonaktif dan pegiat antikorupsi menggelar aksi dengan mendirikan Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC, Jakarta, Selasa (21/9/2021). Aksi dengan mendirikan kantor darurat tersebut sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi saat ini serta meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan pemecatan 57 pegawai KPK yang selama ini memiliki integritas tinggi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Tribunnews/Irwan Rismawan
Penyidik nonaktif KPK, Novel Baswedan bersama sejumlah pegawai KPK nonaktif dan pegiat antikorupsi menggelar aksi dengan mendirikan Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC, Jakarta, Selasa (21/9/2021). Aksi dengan mendirikan kantor darurat tersebut sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi saat ini serta meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan pemecatan 57 pegawai KPK yang selama ini memiliki integritas tinggi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Sontak, berbagai kalangan seperti para mantan Komisioner KPK dan lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mencurigai bahwa ke-75 pegawai tersebut sengaja disingkirkan dari KPK.

Setelahnya, pada Selasa (11/5/202), Ketua KPK Firli Bahuri membebastugaskan ke-75 pegawai tersebut melalui Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021.

Padahal, beberapa penyidik yang masuk dalam daftar 75 pegawai tak lolos TWK tengah menyelidiki kasus-kasus besar seperti Bansos Covid-19 dan kasus suap yang melibatkan mantan Caleg PDIP, Harun Masiku.

Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara meminta TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN tak bisa menjadi dasar pemberhentian 75 pegawai lembaga antirasuah.

"Hasil TWK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik pada individu atau institusi KPK dan tidak serta merta jadi dasar berhentikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/5/2021).

Ke-75 pegawai KPK tak lolos TWK kemudian melapor kepada Komnas HAM pada Senin (24/5/2021) terkait polemik ini.

Setelahnya, pada Selasa (25/5/2021), KPK kembali mengumumkan terkait nasib dari 75 pegawai yang tak lolos TWK.

Rupanya ada 24 dari 75 pegawai yang tak lolos TWK bisa melakukan pembinaan supaya bisa diangkat menjadi ASN.

Massa aksi yang tergabung dalam serikat buruh dan masyarakat sipil melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/6/2021). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes dari upaya pelemahan KPK mulai dari revisi UU KPK hingga pemecatan 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa aksi yang tergabung dalam serikat buruh dan masyarakat sipil melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/6/2021). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes dari upaya pelemahan KPK mulai dari revisi UU KPK hingga pemecatan 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Total, ada 51 pegawai KPK yang tidak lolos TWK terancam diberhentikan.

KPK kemudian resmi melantik 1.271 pegawai KPK yang lolos TWK menjadi ASN pada Selasa (1/6/2021) lalu, tanpa membahas tentang polemik TWK.

Seiring berjalannya waktu, pada 22 Juli hingga 30 Agustus 2021, sebanyak 18 dari 24 peserta tak lolos TWK mengikuti diklat yang dibina oleh Kementerian Pertahanan di Universitas Pertahanan, Bogor.

Sehingga, tersisa 57 pegawai KPK yang masih berjuang menghadapi polemik TWK.

Perjuangan 57 pegawai yang telah melapor ke Ombudsman dan Komnas HAM terkait polemik TWK berjalan baik.

Setelah melakukan penyelidikan, Komnas HAM dan Ombudsman menemukan adanya maladministrasi dalam tes TWK sebagai alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN.

Baca juga: Tanggapan Pegawai Nonaktif KPK Terkait Perekrutan Jadi ASN Polri: Masih Menunggu Sikap Pemerintah

Namun, tak mengindahkan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman, KPK resmi akan memberhentikan dengan hormat 57 pegawai tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021.

Menjelang detik-detik pemecatan, ada sejumlah tawaran yang datang kepada pegawai yang tak lolos TWK itu.

Di antaranya, ada pegawai yang mengaku sempat ditawari untuk menjadi pegawai di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

KPK pun membenarkan penyaluran pegawai tak lolos TWK ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa menyebut hal tersebut merupakan inisiasi dari pegawai tidak memenuhi syarat (TMS) itu sendiri.

"Menanggapi berbagai opini yang berkembang mengenai penyaluran kerja bagi pegawai KPK, kami dapat jelaskan bahwa atas permintaan pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diangkat menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara)," kata Cahya dalam keterangannya, Selasa (14/9/2021).

57 Pegawai Ditawari jadi ASN di Polri hingga Tak Dapat Pesangon

Terbaru, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo berniat merekrut para pegawai KPK yang tak lolos TWK menjadi ASN di Polri.

Ia mengaku telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta izin merekrut 57 pegawai tersebut.

Setelah mengirim surat, Sigit mengaku sudah mendapat surat jawaban dari Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Intinya, Presiden Jokowi menyetujui permintaannya tersebut.

Kemudian, Sigit akan segera berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membicarakan mekanisme pengangkatan 57 pegawai KPK itu menjadi ASN di Bareskrim Polri.

Kini, 57 pegawai yang resmi dipecat hari ini disebut tidak mengantongi pesangon dan uang pensiun.

Namun, sebagai gantinya KPK akan memberikan tunjangan hari tua (THT).

"Pegawai KPK yang berhenti dengan hormat memang tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun, namun KPK memberikan Tunjangan Hari Tua (THT) sebagai pengganti manfaat pensiun," ujar Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/9/2021).

Ali memaparkan, THT merupakan dana tunai yang diberikan oleh KPK kepada penasihat dan pegawai sebagai jaminan kesejahteraan pada saat berakhirnya masa tugas (purna tugas).

"Serta segala manfaat atau fasilitas lain yang menjadi bagian dari benefit kepesertaan program THT yang besarannya ditetapkan oleh KPK dan pengelolaannya dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan serta pihak ketiga yang ditunjuk," katanya.

Baca juga: Pegawai Non-Aktif KPK Apresiasi Tawaran untuk Jadi ASN, Sebut Itu Bentuk Perhatian dari Kapolri

(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)

Berita lain terkait Seleksi Kepegawaian di KPK

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas