Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gerwani dan Stigma Negatif Organisasi Perempuan Indonesia, Sering Dihubungkan dengan G30S 1965

Sejarah Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), stigma negatif Gerwani yang sering dihubungkan dengan pemberontakan G30S 1965, para Gerwani menjadi tapol.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
zoom-in Gerwani dan Stigma Negatif Organisasi Perempuan Indonesia, Sering Dihubungkan dengan G30S 1965
Wikimedia Commons
Peresmian organisasi Gerwani, 25 Januari 1954 - Gerwani dan Stigma Negatif Organisasi Perempuan di Indonesia, Sering Dihubungkan dengan G30S 1965. 

TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwani adalah organisasi wanita yang aktif di Indonesia pada tahun 1950 hingga era 1960.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1950 dan memiliki anggota sejumlah 650 ribu pada 1957.

Gerwani memiliki hubungan yang kuat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun, Gerwani sebenarnya merupakan organisasi independen yang memperhatikan masalah-masalah sosialisme dan feminisme, termasuk reformasi hukum perkawinan, hak-hak buruh, dan nasionalisme Indonesia.

Setelah kudeta 30 September 1965, organisasi Gerwani dilarang dan banyak anggotanya tewas. 

Hal ini karena Gerwani dikaitkan dengan G30S. 

Para anggota Gerwani yang masih hidup saat orde baru harus menjalani hukuman sebagai tahanan politik (tapol).

Berita Rekomendasi

Sebagian dari mereka menjalani masa tahanan di kamp tapol selama kurang lebih 14 tahun.

Untuk mengetahui sejarah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), mari simak rangkuman berikut ini.

Baca juga: Sejarah Hari Kesaktian Pancasila, Dilatarbelakangi oleh Peristiwa Pemberontakan G30S 1965

Awal Berdirinya Gerwani

Gerwani bukan organisasi perempuan pertama di Indonesia.

Organisasi ini dibentuk setelah adanya berbagai perkembangan organisasi perempuan Indonesia.

Poetri Mardika merupakan organisasi perempuan pertama Indonesia pada 1912.

Gerwis, atau versi lama dari Gerwani, didirikan pada bulan Juni 1950 oleh enam serikat organisasi perempuan yang mempunyai berbasis di Pulau Jawa.

Organisasi lainnya dari seluruh nusantara bergabung dengan Gerwani beberapa tahun berikutnya, dikutip dari laman Universitas Krisnadwipayana, unkris.ac.id.

Gerwani mendirikan kantor-kantor di seluruh negeri, dan berkantor pusat di Semarang.

Sehingga Semarang pernah mendapat julukan sebagai "Kota Merah" karena banyak organisasi berhaluan kiri seperti Gerwani.

Organisasi ini melihat ketegangan internal antara sayap feminis dan sayap komunis, sehingga mereka memiliki asosiasi dengan PKI, walaupun jarang terbagi jelas selang kelompok-kelompok ini.

Kampanye awal difokuskan pada reformasi sistem hukum Indonesia bagi wanita dan pria yang sama di mata hukum.

Mereka juga banyak menekan undang-undang perkawinan.

Yaitu undang-undang yang memberikan prioritas kepada budaya setempat yang membatasi kemampuan perempuan sebagai pewaris harta atau menolak pernikahan poligami secara paksa.

Pada skala lokal, Gerwani juga memberikan dukungan individu bagi perempuan yang telah menjadi korban KDRT atau disakiti oleh suami mereka.

Banyak dari keanggotaan awal Gerwani diambil dari kelas menengah, sehingga mereka berhasil keanggotaan Gerwani menjangkau kelas buruh dan kaum tani.

Pada awal 1960-an, Gerwani telah mendapatkan peran dalam politik nasional.

Hubungan dengan PKI menjadi semakin akrab, dan aspek-aspek feminis dalam aktivisme telah menjadi kurang.

Organisasi ini juga menjadi pendukung kuat Presiden Sukarno, yang mereka menghormati karena nasionalisme dan kebijakan sosialisnya.

Sebenarnya, Gerwani mempunyai beberapa ketidaksetujuan internal atas pernikahan poligami yang dilakukan Presiden Soekarno.

Organisasi Gerwani memiliki puncak pengikut sekitar 1,5 juta anggota pada tahun 1965.

Baca juga: Yasin, Saksi Hidup Aktivitas Pemuda Rakyat dan Gerwani di Lubang Buaya: Trauma G30S/PKI Belum Hilang

Awal Kejatuhan hingga Stigma Negatif Gerwani

Relief Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, menggambarkan kekejaman PKI dalam peristiwa G30S/PKI.
Relief Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, dalam peristiwa G30S 1965. (SejarahJakarta.com)

Pada relief yang terdapat di Monumen Pancasila Sakti, di bawah patung tujuh Pahlawan Revolusi, terdapat relief anggota Gerwani yang menari di sekeliling relief eksekusi G30S terhadap tujuh Jenderal di Lubang Buaya.

Relief tersebut dibuat oleh rezim orde baru yang mempropagandakan Gerwani sebagai perempuan anggota PKI dan terlibat G30S tanpa bukti nyata, dalam buku Dalih Pembunuhan Massal oleh John Roosa.

Gerwani dianggap oleh Orde Baru sebagai noda satu organisasi yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September.

Dalam film Pengkhianatan Gerakan 30 September/PKI karya Arifin C Noer digambarkan penyiksaan para Jendral yang ditangkap sebelum mereka dibunuh di Lubang Buaya.

Akhirnya, organisasi G30S dilarang bersama dengan sebagian besar kelompok bertujuan kiri yang lain, masih dikutip dari unkris.ac.id.

Tentara pada masa itu menuduh anggota Gerwani telah membantu membunuh para Jenderal.

Mereka difitnah telah menari telanjang, dan melakukan penyiksaan terhadap tawanan mereka, serta difitnah terlibat dalam kelakuan amoral sejenis lainnya.

Setelah Soeharto menjadi presiden, Gerwani dilarang keberadaannya.

Ribuan anggota Gerwani diperkosa atau dibunuh sebagai bagian dari pembersihan anti-komunis.

Konotasi rendah mengenai Gerwani telah dikampanyekan dan meracuni pola pikir masyarakat.

Propaganda saat itu santer digencarkan, terutama melalui media massa.

Baca juga: KRONOLOGI Tragedi Pemberontakan G30S 1965, Upaya Penumpasan G30S, hingga Fakta Sejarah

Organisasi feminis seperti Kalyanamitra dan Solidaritas Perempuan yang muncul pada tahun 1980-an dianggap membangun Gerwani baru.

Mereka mendapat kecaman dari masyarakat maupun aparat.

Setelah jatuhnya masa Soeharto, Gerwani mulai bisa mematahkan fitnah yang telah beredar pada masa orde baru.

Sejarah Gerwani mulai didiskusikan dalam konferensi Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada Desember 1998.

Para anggota Federasi organisasi perempuan Kowani dan anggota organisasi perempuan lain yang hadir saat itu terkejut mengetahui fakta yang terjadi sebenarnya.

Kilas Balik Organisasi Perempuan di Indonesia

Sebagai informasi tambahan, sebelum Gerwani terbentuk, ada berbagai perkembangan organisasi perempuan di Indonesia.

Poetri Mardika sebagai organisasi pertama pada1912, dikutip dari laman Universitas Indonesia, ui.ac.id.

Mereka mengangkat seputar masalah-masalah perempuan pada zaman itu, seperti masalah pendidikan dan peningkatan gaji buruh perempuan.

Hingga, pada masa pendudukan Jepang, organisasi perempuan yang diperbolehkan pemerintah hanya Fujinkai.

Fujinkai bergerak di bidang pemberantasan buta huruf dan berbagai pekerjaaan sosial.

Organisasi tersebut didominasi oleh para istri pegawai negeri.

Selain itu, Fujinkai juga dimanfaatkan Jepang agar para perempuan mau bekerja secara suka rela untuk membantu Jepang selama masa perang dunia kedua.

Berawal dari hal tersebut, akhirnya sekelompok perempuan membentuk organisasi bawah tanah yang bernama GWS (Gerakan Wanita Sosialis).

Setelah masa kependudukan Jepang, hak-hak hukum dan politik kaum wanita mulai mendapat perhatian kembali.

Baca juga: 10 Pahlawan Revolusi Korban Pengkhianatan G30S, Tragedi Nasional Pembunuhan di Lubang Buaya

Kongres-kongres perempuan mulai digencarkan.

Namun setelah tahun 1950, semua gerakan-gerakan perempuan tersebut berangsur-angsur hancur.

Kemudian sejak berkembangnya pengaruh PKI dan PNI yang berhaluan kiri, dua organisasi perempuan mendapatkan kedudukan penting, yakni Gerwani dan Wanita Marhaen.

Gerwani mengambil peran aktif dalam kampanye-kampanye pemilihan umum parlementer.

Mereka juga memfokuskan diri pada pendidikan peningkatan kesadaran kaum perempuan pada masa itu.

Jadi sebenarnya organisasi-organisasi pergerakan perempuan di Indonesia sudah menggelora sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Perjuangan mengenai hak-hak perempuan telah diperjuangkan sejak lama, kita sebagai bangsa penerus hendaklah meneruskan perjuangan tersebut.

Segala pernyataan dukungan terhadap perempuan di berbagai sosial media akan menjadi sia-sia apabila tidak didampingi dengan aksi nyata.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait 10 Pahlawan Revolusi Korban Pengkhianatan G30S

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas