Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komitmen Bersama bagi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Semua Sektor Pembangunan

Membangun Indonesia secara inklusif menjadi komitmen Pemerintah Indonesia, salah satunya melalui pemenuhan hak Penyandang Disabilitas di semua sektor

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komitmen Bersama bagi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Semua Sektor Pembangunan
Ist
Webinar Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Membangun Indonesia secara inklusif menjadi komitmen Pemerintah Indonesia, salah satunya melalui pemenuhan hak Penyandang Disabilitas di semua sektor pembangunan.

Setelah ditetapkannya Peraturan Menteri PPN/Bappenas No. 3 Tahun 2021 yang memuat Rencana Aksi Nasional dan amanat penyusunan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas, babak baru pembangunan inklusif disabilitas menjadi komitmen kolaborasi pemerintah pusat dan daerah bersama sektor swasta, Organisasi Penyandang Disabilitas, dan seluruh masyarakat.

Dalam Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas, Kementerian PPN/Bappenas mengedepankan aspek analisis berbasis data, evaluasi capaian program sebelumnya, dan juga keterlibatan Organisasi Penyandang Disabilitas. 

Berdasarkan Susenas Maret 2020, saat ini penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 272 juta jiwa dengan komposisi penduduk Penyandang Disabilitas mencapai 23 juta jiwa.

Sekitar 6,2 juta jiwa (2,3%) diantaranya merupakan Penyandang Disabilitas kategori sedang-berat. Sementara itu, sebaran Penyandang Disabilitas di Indonesia cukup beragam.

Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah Penyandang Disabilitas terbesar di Indonesia dengan masing-masing perkiraan lebih dari 1 juta jiwa.

Meskipun secara persentase terhadap total penduduk, provinsi Sulawesi Selatan menduduki posisi yang tertinggi (2,8%).

BERITA REKOMENDASI

Sebaran penduduk Penyandang Disabilitas menjadi fokus pembangunan terkait pemenuhan hak dan kesempatan yang sama.

Meskipun tren Penyandang Disabilitas meningkat seiring peningkatan usia. Dengan 56% nya merupakan lansia (usia 60+), sebanyak 2,9 juta Penyandang Disabilitas termasuk dalam kategori usia produktif (15-64 tahun).

Kelompok ini membutuhkan aksesibilitas dan fasilitasi untuk berdaya, menjadi mandiri serta produktif.

Baca juga: Staf Khusus Presiden: Herd Immunity untuk Penyandang Disabilitas Sudah Terbentuk

Namun, besaran proporsi Penyandang Disabilitas usia produktif di Indonesia tidak sejalan dengan capaian pendidikan yang ada saat ini. Sebanyak 39% Penyandang Disabilitas putus sekolah dan tidak memiliki ijazah.

Diperkirakan hanya sebesar 115 ribu orang Penyandang Disabilitas dengan ijazah Pendidikan tinggi (S1 ke atas). Hal ini berimplikasi pada besarnya proporsi Penyandang Disabilitas yang bekerja pada sektor informal (Susenas, 2020).

Oleh karena itu, tingkat kemiskinan di kalangan penyandang disabilitas pun relatif lebih tinggi yaitu di angka 14,53% daripada tingkat kemiskinan secara nasional sebesar 9,78% di tahun 2020.

Kurangnya latar belakang Pendidikan penduduk penyandang disabilitas menyebabkan terjadinya gap pemenuhan kuota pekerja baik di lingkungan pemerintah maupun swasta.

Evaluasi capaian di bidang ketenagakerjaan, rekapitulasi kuota penerimaan CPNS Tahun 2019, persentase ASN Disabilitas yang diterima dari total 152.239 formasi pusat dan daerah baru mencapai 1,4% (BKN, 2020).

Hal ini belum sepenuhnya memenuhi amanat UU 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas terkait kuota pekerja Penyandang Disabilitas pada sektor pemerintahan paling sedikit 2% dan sektor swasta paling sedikit 1%. 

Seperti halnya yang telah diungkapkan Maliki, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas bahwa, “Saat ini Penyandang Disabilitas menghadapi berbagai keterbatasan akses. Tidak hanya di bidang pendidikan, namun juga infrastruktur, peradilan, kesehatan, layanan kependudukan, sampai pada aspek ketenagakerjaan. Hal ini tentunya mengakibatkan masalah kerentanan dan kemiskinan. Penyandang disabilitas harus mengeluarkan biaya ekstra dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk pemenuhan alat bantu maupun pendampingan. Apalagi selama dua tahun ini, kita mengalami Pandemi Covid-19. Penyandang disabilitas termasuk kelompok masyarakat rentan yang sangat terpengaruh, baik dari aspek sosial, kesehatan, maupun ekonomi”. 

Berdasarkan analisis inklusifitas dan evaluasi program, pemerintah Indonesia bersama Organisasi Penyandang Disabilitas berupaya mewujudkan pembangunan yang inklusif melalui implementasi Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 sebagai amanat UU 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

Terdapat perubahan paradigma pembangunan dalam implementasi regulasi tersebut, dimana bukan hanya urusan sosial saja, melainkan menjadi tanggung jawab multisektor 7 sasaran strategis meliputi pendataan dan perencanaan inklusif, lingkungan tanpa hambatan, perlindungan hak dan akses politik dan keadilan, pemberdayaan dan kemandirian,ekonomi inklusif, pendidikan dan keterampilan, dan kesehatan.

Kementerian PPN/ Bappenas mendapatkan amanat untuk menjalankan Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) sebagai upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas di segala sektor pembangunan.

"RIPD kemudian diterjemahkan dalam strategi dan kebijakan yang lebih operasional dalam periode lima tahunan di dalam Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 untuk dilaksanakan oleh 34 Kementerian/Lembaga dalam Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN PD) dan 34 Pemerintah Provinsi dalam Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD)” tanggap Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas, Pungky Sumadi dalam Webinar Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas dengan tema “Inisiatif Pelaksanaan Pembangunan Inklusif Disabilitas di Tingkat Daerah” yang diselenggarakan oleh Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan KOMPAK, Kamis (30/9/2021).

Webinar ini sekaligus menjadi sarana sosialisasi penyusunan RAD PD Peraturan Menteri PPN/Bappenas No. 3 Tahun 2021 bekerjasama dengan Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri dalam perencanaan dan penganggaran inklusif disabilitas di tingkat Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota.

RAD PD akan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur yang dikoordinasikan langsung oleh Bappeda Provinsi atau Tim Koordinasi RAD PD Provinsi untuk program kerja beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai target 7 sasaran strategis.

Selain itu, perencanaan dan penganggaran tersebut perlu dievaluasi tahunan dalam rangka pelaporan kepada Presiden setiap tahun atau apabila sewaktu-waktu diminta. Evaluasi perencanaan dan penganggaran RAD PD dapat terpetakan melalui pemetaan nomenklatur RKPD pada Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) milik Kementerian Dalam Negeri.

Kolaborasi ini diharapkan mampu mempercepat perluasan pembangunan inklusif serta pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas di berbagai aspek kehidupan.

Narasumber webinar RAD-PD adalah Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Pungky Sumadi, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Hari Nur Cahya Murni, Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Informasi  Pembangunan Daerah Kemendagri, Nyoto Suwignyo.

Minister Counsellor Governance and Human Develpoment, The Australian Embassy, Kristen Bishop, Managing Director of Annika Linden Centre, Mahomeda Arifin, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan, Murul Fajar Desira, Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Selatan, Ari Narsa JS, Kepala Dinas Sosial Jatim, Alwi, Kepala BPKAD Papua, Jems Telenggen, Ketua PPDFI Papua, Robby Nyong, dan Gender & Inclusion Lead KOMPAK, Ratna Fitriani.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas