Haji Isam Laporkan Saksi di Sidang ke Polisi, KPK: Dapat Ganggu Independensi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tindakan Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam dapat membuat saksi enggan 'bernyanyi'.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tindakan Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam dapat membuat saksi enggan 'bernyanyi'.
Seperti diketahui, Haji Isam telah melaporkan mantan tim pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Yulmanizar ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Yulmanizar dilaporkan Haji Isam lantaran namanya disebut dalam persidangan perkara suap pajak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/10/2021).
"Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu independensi maupun keberanian saksi-saksi untuk mengungkap apa yang dia ketahui dan rasakan dengan sebenar-benarnya," kata juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (7/10/2021).
Baca juga: Dianggap Cemarkan Nama Baik, Eks Tim Pemeriksa Pajak DJP Yulmanizar Dilaporkan Haji Isam ke Polisi
Ali menjelaskan keterangan dari seorang saksi merupakan sesuatu yang diketahui dan dialami sendiri guna mengungkap suatu kebenaran di muka persidangan.
Keterangan itu tentunya akan dinilai oleh majelis hakim, jaksa penuntut, dan pihak terdakwa ataupun kuasa hukumnya.
"Keterangan setiap saksi sebagai fakta persidangan juga akan dikonfirmasi dengan keterangan-keterangan lainnya dan diuji kebenarannya hingga bisa menjadi sebuah fakta hukum," jelasnya.
"Prinsipnya, untuk dapat menjadi fakta hukum butuh proses," imbuh Ali.
Oleh karena itu, KPK meminta semua pihak untuk sama-sama menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
"Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang kemudian melaporkan tindak pidana berupa dugaan penyampaian keterangan palsu dari seorang saksi pada saat proses persidangan berlangsung," tukas Ali.
Karena setiap keterangan para saksi, dikatakan Ali, sangat penting bagi majelis hakim dan jaksa penuntut untuk menilai fakta hukum suatu perkara, yang pada gilirannya kebenaran akan ditemukan pada proses persidangan.
Di sisi lain, menurut Ali, pelaporan kesaksian yang diduga palsu adalah dari sisi penuntut umum.
"Sebagai pemahaman bersama, secara normatif pihak yang dapat melaporkan pihak yang memberikan keterangan palsu adalah penuntut umum sesuai dengan hukum acara pidana pasal 174 ayat (2) KUHAP 'apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu'," jelas Ali.
Adapun di dalam persidangan, nama Haji Isam muncul dan disebut terlibat dalam kasus dugaan suap pemeriksaan pajak PT Jhonlin Baratama.
Hal tersebut terungkap saat jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Yulmanizar.
"BAP 41, Saudara mengatakan 'Bahwa dalam pertemuan Saya dengan tim pemeriksa, dengan Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin memang tidak ada permintaan penurunan pajak, hanya saja permintaan yang dimaksud adalah permintaan untuk mengkondisikan nilai perhitungan pada Rp 10 miliar dan atas permintaan tersebut kami pun tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh dan mendetail atas nilai pajak yang seharusnya disetorkan PT Jhonlin sebagai pajak ke negara. Saya tambahkan bahwa pertemuan dengan Agus Susetyo ini disampaikan ke kami adalah permintaan langsung pemilik PT Jhonlin Baratama yakni Samsuddin Andi Arsyad atau Haji Isam untuk membantu pengurusan dan pengondisian nilai SKP'. Apakah benar keterangan ini?" tanya JPU KPK Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/10/2021).
"Ya itu yang disampaikan Pak Agus," jawab Yulmanizar.
Menurut Yulmanizar, PT Jhonlin Baratama hanya perusahaan yang menggarap tambang.
Sedangkan perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah PT Arutmin Indonesia.
"Yang mempunyai IUP itu Arutmin, jadi PT Jhonlin Baratama ini hanya menyediakan, maksudnya menggali, menumpuk, sampai mengangkat batubaranya," ungkap Yulmanizar.
Yulmanizar juga membenarkan keterangan dalam BAP yang menyebutkan ada fee sebesar Rp 40 miliar dari PT Jhonlin Baratama untuk dua mantan pejabat di DJP, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
Namun demikian, terkait keterangan Yulmanizar, Haji Isam membantahnya.
Melalui pengacaranya, Haji Isam menilai kesaksian itu tidak benar.
Atas dasar itulah, Haji Isam resmi melaporkan Yulmanizar ke Bareskrim Polri pada Rabu (6/10/2021) kemarin.
"Betul (Haji Isam melaporkan Yulmanizar)," ujar pengacara Haji Isam, Junaidi saat dimintai konfirmasi, Rabu (6/10/2021).
Laporan polisi (LP) itu teregister dalam LP/B/0606/X/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI. LP itu dibuat pada Rabu 6 Oktober 2021 dan ditandatangani oleh Ipda Irwan Fran Setiyanto atas nama Kepala Subbagian Penerimaan Laporan.
Menurut Haji Isam, Yulmanizar dianggap melakukan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 dan/atau 311 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, pada hari Senin tanggal 4 Oktober 2021 sekitar pukul 10.00-21.30 WIB di Jl Bungur Besar Raya No. 24, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Perkara ini terkait dengan mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji.
Ia didakwa menerima suap miliaran rupiah terkait dengan pengaturan pembayaran pajak tiga perusahaan besar yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP); PT Bank PAN Indonesia Tbk (PANIN); dan PT Jhonlin Baratama (JB).
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK, Angin didakwa menerima suap bersama dengan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Dadan Ramdani; Wawan Ridwan; Alfred Simanjuntak; Yulmanizar; dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak 2018-2019.
Adapun suap yang diterima oleh mereka berjumlah Rp15 miliar dan 4.000,000 dolar Singapura atau setara Rp42.147.012.000.
Sehingga bila ditotalkan berjumlah Rp57.147.012.000.
Jaksa KPK menyatakan, uang itu diberikan kepada Angin dkk bertujuan untuk mengatur nilai pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP); PT Bank PAN Indonesia Tbk (PANIN); dan PT Jhonlin Baratama (JB).