Kasus Suap di HSU Kalsel, KPK Periksa 8 Saksi di Markas Brimob Tabalong
KPK periksa 8 saksi di Kantor Kompi 2 Batalyon B Pelopor, Jalan Sirkuit Marido, Desa Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Kalsel.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan delapan saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022, Rabu (13/10/2021).
Adapun pemeriksaan dilakukan di Kantor Kompi 2 Batalyon B Pelopor, Jalan Sirkuit Marido, Desa Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Identitas delapan saksi yang akan diperiksa yakni, Abdul Latief (eks ajudan Bupati, Staf Kelurahan Murung Sari); Ahmad Syarief/Arif (Kontraktor/Direktur CV Harapan Masa) yang biasa mengerjakan pekerjaan di Dinas PUPRP HSU. Untuk tahun 2021 Direktur PT Ulin Subur).
Kemudian, Mujib Rianto (CV Jangan Lupa Bahagia); Marwoto (Kasi Jembatan Dinas PUPRP); Didi Buhari/Udung (CV Tunggal Perkasa); Amos Silitonga (Kabid Cipta Karya); H M Ridha (Staf Bina Marga/Pokja); dan Doddy Faisal (Staf Di Bina Marga/Pokja).
Baca juga: Ini yang Dicari Penyidik KPK dari Pemeriksaan Bupati HSU Abdul Wahid
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, kedelapan saksi akan diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas.
"Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel tahun 2021-2022 untuk tersangka MRH dkk, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (13/10/2021).
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini pada Kamis (16/9/2021).
Sebagai penerima, yakni Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRT) Hulu Sungai Utara
Sedangkan sebagai pemberi, yaitu Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
Baca juga: Periksa Eks Ajudan Bupati HSU, KPK Telusuri Aliran Duit dari Tersangka ke Pihak Lain
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp1,9 miliar, dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut, dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.
Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar, dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.
Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.
Baca juga: Bupati HSU Abdul Wahid Bungkam dan Tertunduk Usai Diperiksa KPK Terkait Suap Lelang Proyek Irigasi
Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.
Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.
Sedangkan Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.
Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Bupati Hulu Sungai Utara dan Kantor Bupati Hulu Sungai Utara.
Dari penggeledahan tersebut diamankan sejumlah uang, berbagai dokumen, dan barang elektronik yang diduga terkait dengan kasus.