Kubu Moeldoko Sebut Saksi Ahli yang Dihadirkan Kubu AHY di PTUN Seperti Politisi, Bukan Akademisi
Rusdiansyah mengatakan bahwa dua saksi ahli yang dihadirkan kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam persidangan di PTUN tak memahami objek gugatan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum DPP Partai Demokrat kubu Moeldoko alias KLB Deli Serdang Rusdiansyah mengatakan bahwa dua saksi ahli yang dihadirkan kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tak memahami objek gugatan.
Dua saksi ahli yang dimaksud Rusdiansyah merujuk kepada Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis.
"Kedua saksi ahli yang dihadirkan kubu AHY di sidang Gugatan PTUN Nomor 150 sepertinya tidak memahami objek gugatan klien kami atas Kemenkumham dan tidak membaca atau tidak mengerti isi AD ART Partai Demokrat Tahun 2020. Keterangan yang mereka berikan tidak terkait dengan substansi gugatan. Mereka tampil seperti politisi, bukan layaknya sebagai akademisi," ujar Rusdiansyah, kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).
Diketahui, Zainal Arifin Mochtar mengatakan bahwa dilihat dari sejarah Indonesia, partai yang selalu dirusak itu adalah partai yang oposisi dari pemerintah yang sedang berkuasa.
Pernyataan Zainal ini, kata Rusdiansyah, tidak ada hubungannya dengan substansi gugatan dan tak ada bukti akademisnya.
Menurutnya, Zainal secara sadar ingin menuduh bahwa pemerintah telah melakukan upaya merusak partai-partai oposisi.
"Itu adalah tuduhan yang mengada-ada dan padangan yang keliru. Faktanya, pemerintah dalam hal ini Kemenkumham tidak serta merta menyetujui permohonan kubu KLB Deli Serdang, sehingga kami lakukan upaya hukum ke PTUN," ucapnya.
Baca juga: Bambang Widjojanto Khawatir Gugatan AD/ART untuk Jegal Partai Demokrat Jelang Verifikasi Parpol
Dia juga menyoroti pandangan Zainal bahwa harusnya mekanisme demokrasi tidak dipaksakan untuk diselesaikan di pengadilan.
Terkait pandangan ini, Rusdiansyah menilai Zainal tidak memahami isi 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945.
Sebab, tegas dia lagi, upaya hukum ke pengadilan yang dilakukan oleh kubu Moeldoko merupakan tindakan yang sejalan dengan pilar demokrasi konstitusional Indonesia.
"Andai saja Zainal Arifin Muchtar dan Margarito Khamis membaca isi AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, maka sebagai akademisi, mereka akan malu menjadi saksi ahli kubu AHY," kata Rusdiansyah.
"Kedua akademisi ini dalam kesehariannya mengaku pejuang demokrasi, namun faktanya sekarang, mereka membela oligarki kekuasaan yang tirani dan nepotism yang tertuang didalam AD ART Partai Demokrat tahun 2020. Karena itu, demokrasi seperti apa sesungguhnya yang sedang diperjuangkan Zainal dan Margarito?" imbuhnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Partai Demokrat: Gugatan Mantan Kader ke PTUN Jakarta Hanya Akal-akalan
Selain itu, Rusdiansyah menegaskan kembali Zainal tak memahami objek gugatan karena pandangannyabahwa sengketa ini cukup diselesaikan di internal partai, tidak di pengadilan.
Rusdiansyah beralasan objek gugatan kubu KLB Deli Serdang adalah Surat Keputusan Kemenkumham, bukan surat keputusan Partai.
Menurut UU PTUN, ranah gugatan untuk keputusan kemenkumham adalah di PTUN, bukan di internal partai.
"Cara berpikir saksi ahli Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis ini seperti mbalelo tidak seperti akademisi, tapi layaknya politisi. Zainal sedang menggiring opini yang keliru dan mengajarkan warga negara untuk tidak taat serta tidak menghormati hukum. Pemikiran semacam ini sangat berbahaya dalam negara demokrasi," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.