KPK Tak Setuju Mahkamah Agung Cabut PP Pengetatan Remisi
PP dimaksud yakni PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak setuju Mahkamah Agung (MA) mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) pengetatan remisi bagi pelaku korupsi, terorisme dan narkoba.
PP dimaksud yakni PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Pasalnya, KPK menilai korupsi sebagai kejahatan yang memberikan dampak buruk luas.
"Seyogyanya penegakan hukumnya selain memberi rasa keadilan bagi pelaku maupun masyarakat, juga penting tetap mempertimbangkan efek jera yang ditimbulkan dari hukuman tersebut," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (29/10/2021).
"Tujuannya agar mencegah perbuatan ini kembali terulang," imbuhnya.
Karena pada prinsipnya, kata Ali, pemberantasan korupsi adalah upaya yang saling terintegrasi antara penindakan-pencegahan-dan juga pendidikan.
Maka dari itu, KPK berharap pemberian remisi bagi para pelaku extraordinary crime, tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan masukan dari aparat penegak hukumnya.
Baca juga: MA Cabut dan Batalkan PP Pengetatan Remisi Koruptor, Teroris, dan Narkoba
"Karena keberhasilan pemberantasan korupsi butuh komitmen dan ikhtiar kita bersama, seluruh pemangku kepentingan. Baik pemerintah, para pembuat kebijakan, lembaga peradilan, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat," kata dia.
Namun di sisi lain, KPK menghormati putusan judicial review (JR) majelis hakim MA yang mencabut dan membatalkan PP pengetatan remisi bagi narapidana extra ordinarycrime, salah satunya kejahatan korupsi.
"Kami juga memahami bahwa pembinaan terhadap narapidana korupsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kewenangan Ditjen Pemasyarakatan," kata Ali.
Dalam PP tersebut, koruptor, pelaku teror, dan pelaku narkoba sebelumnya bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat dibandingkan napi lainnya.
"Putusan kabul HUM (hak uji materiil)," demikian dikutip dari laman MA, Jumat (29/10/2021).
JR ini dilakukan oleh Subowo dan empat rekannya, yakni warga binaan yang sedang menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Putusan JR MA ini diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota majelis Yodi Martono Wahyunandi dan Is Sudaryono.
Putusan ini dilakukan tanggal 28 Oktober 2021 dan dicatat panitera pengganti Dewi Asimah.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan narapidana bukan hanya objek, tetapi juga subjek, yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas.
Namun yang harus diberantas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.
Majelis menimbang, sejatinya hak mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali.
Yang artinya berlaku sama bagi semua warga binaan untuk mendapat haknya secara sama, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan.