Mengenang Pertempuran Surabaya, Peristiwa yang Melatarbelakangi Peringatan Hari Pahlawan
Berikut adalah sejarah lengkap mengenang Pertempuran Surabaya yang merupakan sebuah peristiwa yang melatarbelakangi peringatan Hari Pahlawan.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Berikut adalah sejarah lengkap untuk mengenang Pertempuran Surabaya yang melatarbelakangi peringatan Hari Pahlawan.
Diketahui tiap 10 November adalah peringatan akan Hari Pahlawan.
Hari Pahlawan dilatarbelakangi dari pertempuran di Surabaya atas tentara Inggris dan Belanda.
Terdapat rentetan panjang yang menyebabkan terjadinya pertempuran tersebut dari kedatangan pasukan sekutu hingga berbuntut pecahnya pertempuran heroik yang berlangsung selama tiga minggu.
Baca juga: Hari Pahlawan 10 November 2021, Berikut Sejarah, Makna Tema dan Logo Lengkap dengan 20 Link Twibbon
Baca juga: HARI PAHLAWAN 10 November, Simak Tema, Logo dan Kumpulan Link Twibbon-nya Berikut Ini
Berikut adalah runutan peristiwa hingga terjadinya Pertempuran Surabaya dikutip dari gramedia.com.
Latar Belakang Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya dilatarbelakangi kedatangan pasukan sekutu pada 25 Oktober 1945 yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East (AFNEI) di Tanjung Perak, Jakarta.
Kedatangan pasukan tersebut dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby.
Tujuan dari kedatangan mereka adalah mengamankan tawanan perang, melucuti senjata tentara Jepang serta menciptakan ketertiban setelah mengumandangkan kemerdekaan tersebut.
Cara yang mereka lakukan adalah dengan menyebar selebaran agar masyarakat menyerahkan senjata ke pasukan sekutu.
Perintah tersebut pun membuat marah warga Surabaya dan menolak untuk memberikan senjata.
Gerakan pun dilakukan oleh masyarakat Surabaya untuk mengusir pasukan sekutu tersebut.
Di lain sisi, pasukan sekutu pun berlaku tidak sesuai dengan tujuan awal mereka.
Mereka malah pergi untuk menyerbu penjara di Surabaya dalam rangka membebaskan tawanan pasukan sekutu lain serta berusaha mendudukui berbagai tempat vital.
Kedatangan Inggris di Surabaya
Tim Pemulangan Tawanan Perang Sekutu atau RAPWI yang merupakakn bagian dari AFNEI tiba di Surabaya pada 19 September 1945.
Namun kedatangan mereka tidak disambut baik karena tidak adanya koordinasi dengan pimpinan Indonesia di Surabaya ditambah di dalamnya beranggotakan perwakilan dari pihak Belanda.
Lalu di sisi lain, pada awalnya pihak Inggris dalam menjalankan misinya hanya mengerahkan Brigade Infanteri India ke-49 yang berada di bawah pimpinan Brigadir Mallaby yang memiliki kekuatan antara 4.000 hingga 6.000 pasukan.
Kemudian mereka sebenarnya belum diperbolehkan untuk mendarat di Surabaya sebelum memperoleh izin dari pimpinan Indonesia di Jakarta.
Hal tersebut mengakibatkan adanya perundingan antar pimpinan sekutu dengan pimpinan Indonesia di Surabaya.
Beberapa pertemuan pun dilakukan dan pihak Indonesia menyepakati untuk memberikan izin bagi sekutu Inggris memasuki Surabaya serta menempati beberapa objek yang sesuai dengan tugas mereka.
Pihak Inggris pun juga meminta agar para masyarakat biasa selain polisi, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), serta badan perjuangan untuk dilarang membawa atau menggunakan senjata agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Kedua permintaan dari masing-masing pihak pun disepakati dan diakhiri dengan membentuk sarana komunikasi yakni Kontak Biro.
Pertempuran Pendahuluan
Setelah kesepakatan terjadi, pihak Inggris pun melanggarnya karena mereka malah menangkapi pula beberapa tokoh pemuda Surabaya serta menduduki objek vital di luar kesepakatan seperti Kantor Pos Besar, Gedung BPM, pusat otomobil, pusat kereta api hingga Gedung Internatio.
Selain itu adapula upaya pembebasan seorang perwira Angkatan Laut Belanda, Kapten Huiyer dan membebaskan para tawanan Belanda yang berada di kompleks Wonokitri pada 26 Oktober 1945 tepatnya pada malam hari.
Ditambah masyarakat Surabaya semakin geram dengan adanya ultimatum yang diketahui lewat selebaran dan berisi jika pasukan Indonesia harus menyerah kepada pihak sekutu dalam waktu 48 jam atau menghadapi konsekuensi ditembak.
Puncaknya terjadilah kontak senjata pertama pada 27 Oktober 1945 pukul 14.00 WIB antara pasukan pemuda PRISAI dan pasukan Gurka yang merupakan berasal dari pihak sekutu.
Akibat peristiwa tersebut, gabungan antara TKR, polisi, dan juga badan perjuangan mengadakan serangan serentak ke pihak Inggris di Surabaya.
Serangan tersebut dalam rangka mengambil kembali hak atas tempat vital yang diduduki oleh pihak Inggris dan terjadi hingga 29 Oktober 1945 yang dikomandoi oleh Komandan Divisi TKR, Komando Jenderal Mayor Yonosewoyo.
Pertempuran Puncak di Surabaya
Pertempuran puncak di Surabaya diawali dari adanya sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh MR.W.V.Ch Ploegman mengibarkan bendera Belanda tanpa persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia di Surabaya.
Masyarakat Surabaya pun kesal dan marah yang membuat seorang perwakilan Indonesia yaitu Residen Soedirman mendatangi Hotel Yamato, tempat pengibaran bendera Belanda.
Residen Soedirman pun berdiskusi dengan Ploegman agar bendera tersebut diturunkan tetapi Ploegman menolaknya.
Puncaknya Ploegman mengeluarkan pistol dan perkelahian antara keduanya tidak dapat dihindarkan.
Akibatnya pengawal dari Soedirman yaitu Sidik pun ikut membantu dan mencekik Ploegman hingga tewas.
Sayangnya Sidik pun juga tewas karena adanya tentaran Belanda yang sedang bertugas di Hotel Yamato.
Serangan Arek-Arek Surabaya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perang antara pihak Inggris dan masyarakat Surabaya terjadi pertama kali pada 27 Oktober-30 Oktober 1945.
Perang tersebut membuat salah satu pimpinan dari Birgade Infantri ke-49, Jenderal D.C Hawthorn meminta bantuan dari Presiden Soekarno untuk mencari solusi dan meredakan situasi saat itu.
Akan tetapi bentrok antara kedua belah pihak pun tetap tidak dapat diredakan dan membuat Brigadir Jenderal Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945.
Posisi Mallaby pun diganti oleh Jenderal Robert Mansergh dan langsung memberikan sebuah ultimatum kepada masyarakat Surabaya pada 9 November 1945 yang berisi:
1. Pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri
2. Seluruh senjata yang dimiliki oleh pihak Indonesia yang ada di Surabaya harus diserahkan kepada pihak Inggris.
3. Pemimpin Indonesia di Surabaya harus menandatangani sebuah pernyataan bahwa mereka menyerah tanpa adanya syarat.
Ultimatum pun ditolak mentah-mentah oleh pihak Indonesia dan pertempuran pun pecah pada 10 November 1945 di pagi hari.
Pertempuran ini melibatkan setidaknya 20 ribu tentara serta 100 ribu sukarelawan di pihak Indonesia sedangkan Inggris terdapat setidaknya 30 ribu tentanra dilengkapi dengan peralatan perang yakni tank, kapal perang, dan pesawat tempur.
Akibat dari kalah dalam segi peralatan perang, korban jiwa dari pihak Indonesia mencapai 20 ribu orang sedangkan pihak sekutu hanya kurang lebih 1.500 korban jiwa.
Pertempuran Surabaya ini berlangsung selama tiga minggu dan menimbulkan kerugian besaar bagi masyarakat di Surabaya dan Indonesia.
Tokoh perjuangan paling terkenal dalam pertempuran tersebut adalah Bung Tomo yang mengumandangkan pidato berapi-api yang berhaasil membangkitkan semangat masyarakat Indonesia untuk mengusir penjajah.
Peristiwa pertempuran ini pun sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan karena adanya sebuah Keppres dari Presiden Soekarno yang ditandatangani pada 16 Desember 1959.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Hari Pahlawan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.