Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 soal Kekerasan Seksual yang Tuai Polemik

Poin Permendikbudristek 30/2021 yang menjadi polemik dalam tersebut adalah paradigma seks bebas berbasis persetujuan yang tidak didasarkan pada agama.

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Isi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 soal Kekerasan Seksual yang Tuai Polemik
Illustration by Skip Sterling
Ilustrasi - Berikut Isi Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 soal Kekerasan Seksual yang Tuai Polemik. 

TRIBUNNEWS.COM - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan 31 Agustus 2021 menuai berbagai kecaman di masyarakat.

Komisi X DPR RI memastikan bakal memanggil Mendikbudristek, Nadiem Makarim, untuk meminta klarifikasi Permendikbudristek tersebut. 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, kepada wartawan, Selasa (9/11/2021). 

"Diskusi bersama poksi-poksi Komisi X rencananya Jumat (12/11/2021) ini," ungkap Fikri. 

Satu di antara poin yang menjadi polemik dalam Permendikbudristek tersebut adalah paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual consent) yang tidak didasarkan pada agama. 

Hal tersebut, kata Fikri, bertolak belakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, di mana perzinahan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana.  

"Pasal 284 KUHP misalnya, mengancam hukuman penjara bagi yang melakukannya," ucap Fikri.

Baca juga: Ijtima Ulama MUI Minta Pemerintah Cabut Permendikbudristek Pencegahan Kekerasan Seksual

Baca juga: Gaduh Permendikbudristek 30/2021 Tentang PPKS, DPR akan Panggil Mendikbudristek Nadiem Makarim

BERITA REKOMENDASI

Dalam Permendikbudristek tersebut tercantum frasa 'tanpa persetujuan korban' yang mengacu kepada definisi kekerasan seksual dalam pasal 5 pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m.

Menurut Fikri, dalam frasa 'tanpa persetujuan korban' terkandung makna persetujuan seksual atau sexual consent.

Menurutnya, ketentuan tentang persetujuan seksual yang tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 30/ 2021, tidak dikenal di dalam norma hukum di Indonesia.

"Konsensus yang kita sepakati sesuai norma Pancasila dan UUD 1945 adalah bahwa hubungan seksual baru boleh dilakukan dalam konteks lembaga pernikahan," kata Fikri kepada wartawan, Selasa (9/11/2021), dilansir Tribunnews.com.

Baca juga: Setara Institute Berharap Terbitnya Permendikbudristek 30/2021 Jadi Pelecut Bagi DPR Sahkan RUU PKS

Senada, anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Himmatul Aliyah, mengatakan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini mengabaikan nilai-nilai agama.


Ia menjelaskan, Permendikbudristek ini merujuk sejumlah UU antara lain UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang di dalamnya mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan yang menghargai nilai-nilai agama.

"Namun, Permendikbudristek ini justru mengabaikan nilai-nilai agama dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas