Nelayan Indonesia Perlu Kapal Penyuplai Bahan Bakar maupun Penampung di Tengah Laut
Penempatan kapal pengisi bahan bakar serta pengumpul untuk kapal lain dapat diterapkan di sebelas WPPNRI dengan aturan yang ketat
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha C
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Maritim Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan saat ini pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan laut yang dilakukan oleh para pelaut atau nelayan belum terlalu optimal.
Hal ini disebabkan sarana pendukung bagi para pelaut atau nelayan tersebut belum tercukupi.
Ia mencontohkan kejadian beberapa waktu lalu saat sejumlah nelayan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang tidak dapat melaut lantaran sulit untuk mendapatkan bahan bakar minyak jenis solar.
Menurut Capt Hakeng apa yang dialami oleh para nelayan di daerah tersebut ataupun daerah lain di Indonesia memang memprihatinkan.
"Persoalan itu sebenarnya dapat diatasi dengan menerapkan sistem kapal pengumpan/kapal pengumpul ke kapal lain yang berdimensi lebih besar bahan bakar regular serta hasil tangkapan para nelayan tersebut di titik–titik kapal nelayan atau kapal ikan tersebut biasa beroperasi.
Baca juga: Klaim Kapal Asing Dekat Singapura Harus Bayar ke Perwira AL Supaya Dibebaskan, KSAL: Buktikan
Sehingga dengan demikian jalur jelajah dari kapal nelayan dapat dipersingkat tapi tetap dapat dioptimalkan," kata Marcellus Hakeng Jayawibawa, kepada wartawan, Senin (15/11/2021).
Dengan demikian, kata dia, nelayan tidak perlu kembali ke pelabuhan asal atau pelabuhan terdekat hanya untuk mengisi bahan bakar, menambah perbekalan atau membongkar muatan.
“Apabila dari jumlah kapal nelayan seperti disebutkan itu separuhnya saja menggunakan solar dengan sistem pengisian di tengah lautan cukup banyak penghematan yang akan dapat dilakukan oleh para nelayan atau pemilik kapal," katanya.
Selain penghematan dari segi biaya juga penghematan dalam hal waktu serta tentunya mampu secara signifikan mengurangi pemakaian solar subsidi bagi para nelayan tersebut dan bagi negara tentunya hal tersebut menjadi hal yang penting (mengurangi beban subsidi).
Dengan begitu, para nelayan jadi bisa lebih lama berada di laut dan tentunya hasil tangkapannya bisa lebih maksimal karena tidak perlu lagi jeda untuk kembali ke daratan.
"Penempatan kapal pengisi bahan bakar serta pengumpul untuk kapal lain dapat diterapkan di sebelas WPPNRI dengan aturan yang ketat dan tetap memperhatikan keselamatan jiwa para pelaut penangkap ikan serta tentunya tetap mengutamakan kelestarian lingkungan,” kata Hakeng.
Hakeng mengakui, untuk mewujudkan itu tidak begitu mudah dilakukan tapi jelas bukan hal yang mustahil karena harus dicatat bahwa hal tersebut sudah jamak dilakukan di negara-negara lain di dunia, tentunya harus ada sinergi dengan otoritas lainnya agar dapat mewujudkan hal itu.
“Jadi sudah saatnya kita mengoptimalkan dan mengembangkan kembali usaha perikanan yang ada di kawasan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) terdekat," katanya.
Hakeng menambahkan, penting mengembangkan pemikiran dengan semakin banyaknya kapal niaga dan penangkap ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di lautan, maka secara tidak langsung akan menjadi penjaga kedaulatan negara Indonesia.
Di sini sebetulnya esensi Pasal 30 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen kedua, yaitu sistem Hankamrata diterapkan di dunia Maritim.
"Kapal-kapal asing yang ingin menangkap ikan di lautan Indonesia dapat dipantau dan dapat segera dilaporkan oleh para pelaut/nelayan Indonesia yang melihatnya.
Dengan begitu pula kedaulatan negara, kedaulatan pangan, dan kelestarian ekosistem laut Indonesia dapat terjaga pula dengan sendirinya," katanya.