Kisah 3 Joki Cilik Asal Sumbawa Menarik Perhatian Masyarakat Jepang
Joki cilik Sila tercatat seringkali memenangkan perlombaan pacuan kuda di Sumbawa.
Editor: Dewi Agustina

Sila yang mulai belajar jadi joki cilik usia 4 tahun mengaku cukup takut pada awal mulanya. Lalu menjadi joki pada usia 5 tahun.
"Takut juga saya dulu tapi kini sudah terbiasa jadi joki pacuan kuda," papar Sila.
Selain itu Sila juga menunjukkan rumah yang dibangun untuk keluarganya.
"Itu rumah dari saya untuk keluarga saya yang beli," paparnya.
Ibunya sangat bangga dengan Sila.
"Benar-benar luar biasa anak itu. Kita beruntung punya anak Sila," papar ibunya.
Menurut ayah Sila seminggu bisa sering ikut pacuan kuda termasuk latihan agar semakin baik kualitasnya sebagai joki. Karena jumlah pacuan kuda di Sumbawa seminggu bisa mencapai 300 kali.
Sama seperti Sila, keluarga Firman (6) dan Rendi (11) juga sama prihatinnya.
"Firman dititipkan oleh keluarganya kepada kami tetapi sudah seperti keluarga kami saja, jadi adik kakak," ungkap ibu Rendi.
Ibu tersebut juga ketakutan dan selalu deg-degan kalau diadakan pacuan kuda.
"Saya paling tidak mau pergi dan tak mau nonton pacuan kuda. Ngeri rasanya. Yang penting selamat saja anak saya," papar ibunya.

Ayah Rendi bekerja sebagai penangkap ikan dan bertani. Namun dengan harga ikan yang rendah dan penghasilan tak seberapa, Firman dan Rendi menjadi tulang punggung penghasilan keluarga tersebut.
"Kami selalu ketakutan kalau anak-anak berpacu di lapangan balapan kuda itu. Tentu saja kami selalu berdoa agar mereka selamat. Oleh karena itu anak-anak juga selalu berlatih agar dapat mengurangi risiko dan bis amenguasai kudanya dengan baik," papar ayah Rendi.
Aktivitas harian para joki kuda Sumbawa itu sama halnya seperti anak-anak pada umumnya. Sekolah, belajar menulis dan berlatih kuda.