DME Dinilai Dapat Gantikan Elpiji, Apa Perbedaannya? Ini Penjelasan Lengkapnya
Berikut perbedaan DME dan gas elpiji serta penjelasan lengkapnya. DME dinilai dapat menggantikan elpiji.
Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Berikut perbedaan DME dan gas elpiji serta penjelasan lengkapnya.
Pemerintah telah mengembangkan gasifikasi batu bara (Dimethyl Ether/DME) sebagai energi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG).
Penggunaan DME dinilai dapat mengurangi impor LPG dan serta memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
Dalam siaran pers, Rabu (22/7) yang dikutip dari migas.esdm.go.id, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, menjelaskan bahwa pengembangan DME diarahkan terutama sebagai subtitusi penggunaan LPG.
Sebelumnya, subtitusi penggunaan LPG digunakan untuk mensubtitusi minyak tanah.
Baca juga: Apa Itu DME? Bagaimana Cara Kerja DME Sebagai Bahan Bakar? Berikut Penjelasannya
"Apalagi 75 persen penggunaan LPG di dalam negeri itu berasal dari impor. Kalau kita tergantung impor, dari sisi ketahanan energi akan tidak terlalu baik," katanya.
Perbedaan DME dan gas elpiji
1. Kandungan panas
DME memiliki kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, sementara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg.
2. Massa jenis
DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga apabila dilihat dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG yaitu sekitar 1 berbanding 1,6.
3. Pertimbangan dengan dampak lingkungan
Pemilihan DME untuk subtitusi sumber energi juga mempertimbangkan dampak lingkungan.
DME dinilai mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20 persen.
"Kalau LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2. Ini nilai-nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca," urai Dadan.
4. Kualitas nyala api
Kualitas nyala api yang dihasilkan DME lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikulat matter (pm) dan NOx, serta tidak mengandung sulfur.
5. Proses pembakaran
DME merupakan senyawa eter paling sederhana yang mengandung oksigen dengan rumus kimia CH3OCH3 yang berwujud gas sehingga proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.
6. Uji terap DME
Hasil uji terap DME menunjukkan mudah dalam menyalakan kompor, stabilitas nyala api normal, mudah dalam pengendalian nyala api, warna nyala api biru, dan waktu memasak lebih lama dibandingkan LPG.
7. Waktu memasak
Waktu memasak DME lebih lama 1,1 hingga 1,2 kali dibandingkan dengan menggunakan LPG.
Uji terap DME
Kementerian ESDM melalui Balitbang ESDM telah menyelesaikan uji terap pemakaian DME 100 persen.
Pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020, uji terap pemakaian DME tersebut telah dilakukan di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim kepada 155 kepala keluarga dan secara umum dapat diterima oleh masyarakat.
Selain itu, pada tahun 2017, uji terap DME dilakukan di Jakarta yaitu di Kecamatan Marunda kepada 100 kepala keluarga sebesar 20 persen, 50 persen, dan 100 persen.
"Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak untuk mensubstitusi LPG untuk rumah tangga dengan menggunakan kompor khusus DME. Waktu memasak lebih lama 1,1 s.d. 1,2 kali dibandingkan dengan menggunakan LPG," tutup Dadan.
Kelebihan penggunaan DME
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, karakteristik DME memiliki kesamaan, baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG.
Oleh karena itu, DME dapat menggunakan infrastruktur LPG yang ada sekarang, seperti tabung, storage, dan handling eksisting.
"Campuran DME sebesar 20 persen dan LPG 80 persen dapat digunakan kompor gas eksisting," ungkap Dadan.
Kelebihan lain adalah DME bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui.
Bahan yang dapat diperbarui di antaranya biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM).
Namun, saat ini batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.
Meskipun industrinya belum ada di Indonesia, Kementerian ESDM akan mengembangkan pendukung teknis di dalam negeri, baik dari sisi produksi maupun pemanfaatan.
(Tribunnews.com/Katarina Retri)