KPK Sebut Kerugian Negara Akibat Korupsi Pengadaan Mesin Giling Tebu di PTPN XI Rp 15 Miliar
KPK menyebut kerugian negara yang diakibatkan dari dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan mesin penggilingan tebu sebesar Rp 15 miliar.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kerugian negara yang diakibatkan dari dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan mesin penggilingan tebu (six roll mill) di Pabrik Gula Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI periode tahun 2015-2016 sebesar Rp 15 miliar.
"Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (25/11/2021).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Produksi PTPN XI 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, Budi selaku Direktur PTPN XI periode tahun 2015-2016 yang telah mengenal baik Arif selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri, melakukan beberapa kali pertemuan di tahun 2015.
Dalam pertemuan tersebut di antaranya menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Baca juga: KPK Tetapkan Eks Direktur Produksi PTPN XI dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri Sebagai Tersangka
Sebelum proses lelang dimulai, Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand.
"Dalam kunjungan tersebut diduga dibiayai oleh tersangka AH disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya tersangka BAP," kata Alex.
Setelah studi banding ke Thailand tersebut, Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan dengan nantinya dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri.
"Tersangka AH diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang," ungkap Alex.
Selain itu, Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) senilai Rp 78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot six roll mill di PG Djatiroto.
Baca juga: Ditahan KPK, Eks Direktur Produksi PTPN XI: Kita Ikuti Proses Hukum Saja
"Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka BAP dan tersangka AH yaitu senilai Rp 79 miliar," kata Alex.
Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT Wahyu Daya Mandiri, di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat aanwijzing, karena PT Wahyu Daya Mandiri sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
"Diduga pula saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian 1 unit mobil oleh tersangka AH kepada tersangka BAP," kata Alex.
Alex mengatakan, terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT Wahyu Daya Mandiri yang disetujui Budi.
Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.