Komisioner KPK: Pacar Anda Bupati, Mertua Anda Menteri, Maka Gratifikasi Dianggap Suap
Nurul Ghufron meminta para penyelenggara negara bisa membedakan pemberian gratifikasi yang terkait dengan pekerjaan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron meminta para penyelenggara negara bisa membedakan pemberian gratifikasi yang terkait dengan pekerjaan.
Publik juga diminta berhati-hati memberikan bingkisan ke penyelenggara negara.
Meski penyelenggara negara yang diberikan bingkisan merupakan kerabat sendiri.
"Tapi bagi antar warga boleh saja, anda dengan pacar, anda dengan mertua, itu enggak masalah hubungan antar, tapi kalau kemudian ternyata pacar anda adalah bupati, mertua anda adalah dirjen, adalah kemudian menteri itu yang kemudian sudah diliputi aspek hukum gratifikasi, maka kemudian gratifikasi kepada penyelenggara negara kemudian dianggap sebagai suap jika kemudian tidak dilaporkan," kata Ghufron dalam webinar 'Pengendalian Gratifikasi: Mencabut Akar Korupsi' di YouTube KPK RI, Selasa (30/11/2021).
Ghufron turut meminta para penyelenggara negara patuh dengan perintah melapor dalam waktu maksimal sebulan jika menerima gratifikasi.
Jika tidak dilaporkan dalam waktu sebulan, KPK bakal mempermasalahkan penerimaan barang tersebut.
Lebih jauh, Ghufron menegaskan kepada semua penyelenggara menolak gratifikasi.
Penerimaan gratifikasi yang dilakukan penyelenggara negara diyakini hanya meruntuhkan keadilan.
Baca juga: KPK Periksa Ibu RT Hingga PNS Dinas PU Lampura di Kasus Gratifikasi Akbar Mangkunegara
"Itu kita larang untuk adanya gratifikasi, karena akan meruntuhkan keadilan," kata Ghufron.
Ghufron mengatakan larangan penerimaan gratifikasi diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Aturan itu memerintahkan penyelenggara negara harus tegas menolak gratifikasi karena bisa mengganggu objektivitas saat bekerja.
"Nah, ini yang mengakibatkan kita perlu menghindarkan dalam aspek-aspek pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan," terang Ghufron.
Pemberian gratifikasi untuk penyelenggara negara dalam pelayanan publik maupun penyelenggara negara diyakini KPK bisa menimbulkan karpet merah untuk pihak tertentu.
Masyarakat lain yang tidak memberi ke penyelenggara negara diyakini akan mendapatkan perlakuan berbeda.
Atas dasar itulah negara mengharamkan gratifikasi.
Jika pemberian gratifikasi dibiarkan, masyarakat bakal terzalimi.
"Kalau diberikan kepada penyelenggara negara yang mestinya bersifat objektif dan adil, itu takut mengganggu, karena itu kemudian dilarang," tegas Ghufron.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.