KPK Telusuri Aliran Uang dari Direktur WDM ke Eks Direktur Produksi PTPN XI
(KPK) memeriksa Executive Vice President (EVP) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Holding, Aris Toharisman; dan mantan Direktur SDM dan Umum PTPN XI, Muha
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Executive Vice President (EVP) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Holding, Aris Toharisman; dan mantan Direktur SDM dan Umum PTPN XI, Muhammad Cholidi, Selasa (30/11/2021).
Keduanya ditelusuri soal aliran uang dari Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) Arif Hendrawan (AH) kepada Direktur Produksi PTPN XI tahun 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP), serta beberapa pihak lainnya yang tak dirinci KPK.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang dari tersangka AH yang diberikan pada tersangka BAP dan pihak terkait lainnya sebelum proses lelang pengadaan dan pemasangan six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto PT Perkebunan Nusantara XI periode tahun 2015-2016 dilaksanakan," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (1/12/2021).
KPK telah menetapkan Direktur Produksi PTPN XI tahun 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) Arif Hendrawan (AH) sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dalam konstruksi perkara, Budi selaku Direktur PTPN XI periode tahun 2015-2016 yang telah mengenal baik Arif selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri, melakukan beberapa kali pertemuan di tahun 2015, yang di antaranya menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Baca juga: KPK Periksa Bos PTPN Holding Aris Toharisman di Kasus Korupsi PG Djatiroto
Sebelum proses lelang dimulai, Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand.
Dalam kunjungan tersebut diduga dibiayai oleh Arif disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya kepada Budi.
Setelah studi banding ke Thailand tersebut, Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan dengan nantinya dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri.
Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.
Selain itu, Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot six roll mill di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan Budi dan Arif yaitu senilai Rp79 miliar.
Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT Wahyu Daya Mandiri, di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat aanwijzing, karena PT Wahyu Daya Mandiri sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
Diduga pula saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian 1 unit mobil oleh Arif kepada Budi.
Terkait proses pembayaran, diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT Wahyu Daya Mandiri yang disetujui oleh Budi.
Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar.
Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.