Surat Rais Aam PBNU soal Muktamar NU Dipercepat Dinilai Sudah Sesuai AD/ART
Rais Syuriah PCINU Tiongkok periode 2017-2021 KH Imron Risyadi Hamid menilai, surat perintah Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar soal Muktamar NU dimaju
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rais Syuriah PCINU Tiongkok periode 2017-2021 KH Imron Risyadi Hamid menilai, surat perintah Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar soal Muktamar NU dimajukan sudah sesuai dengan ketentuan.
Menurutnya, karena belum ada mekanisme arbritase jika ada masalah antara Rais Syuriah dan Tanfidziyah maka dikembalikan ke aturan yang lebih tinggi, yaitu anggaran dasar (AD).
“Dalam AD jelas bahwa Rais Syuriah merupakan lembaga yang tertinggi,” kata Imron dalam keterangannya yang diterima Tribunnews, Rabu (1/12/2021).
Imron mengatakan NU sejak berdiri hingga sekarang adalah lembaga milik ulama, bukan seperti partai. Maka itulah, hierarki kepemimpinan di NU di posisi tertinggi adalah Rais Syuriah.
“Dalam Anggaran Rumah Tangga juga diatur bahwa Rais Syuriah itu juga berwenang mengendalikan kebijakan umum,” tambahnya.
Dia mengatakan bahwa posisi lembaga Tanfidziyah adalah pelaksana dari kebijakan yang diambil Rais Syuriah, dan tidak ada dalam sejarah NU fungsi kesetaraan antara Tanfidziyah dengan Syuriah.
"Dalam konteks muktamar, surat perintah yang dikeluarkan Rais Aam PBNU sebenarnya konteksnya internal, yang meminta panitia untuk melaksanakan muktamar pada 17 (Desember 2021),” ujarnya.
Adapun dasarnya, kata Imron, karena pemerintah sudah menyatakan akan ada PPKM 23 Desember hingga 2 Januari 2022.
"Ini kan kersamaan dengan pelaksanaan muktamar. Artinya perubahan tanggal pelaksanaan itu sudah keniscayaan,” ungkapnya.
Baca juga: Usul Jalan Tengah Muktamar Daring, PCINU se-Dunia Pastikan Kesiapan Teknologi dan SDM
Atas kondisi ini, pada 24 November dilakukan rapat antara Tanfidziyah, Sekjen, Rais Aam, Khatib Aam yang berakhir dengan deadlock.
Sayangnya, lanjut Gus Imron, belum ada mekanisme arbritase kalau terjadi persengketaan antara Rais Syuriah dan Tanfidziyah dalam memutus sebuah perkara.
“Karena belum diatur, maka seharusnya kembali ke aturan yang lebih tinggi yaitu Anggaran Dasar. Dalam Anggaran Dasar jelas, bahwa pemimpin tertinggi adalah Rais Syuriah,” tandasnya.
Hal lain yang menjadi pertimbangan Muktamar PBNU digeser tidak di 2022, menurut Imron, karena Konbes NU tahun 2020 dengan Konbes NU 2021 sama-sama meminta pelaksanaan Muktamar PBNU pada 2021.
“Mandat kepengurusan Muktamar PBNU Jombang itu juga hanya sampai Agustus 2020. Ini sudah terlambat setahun lebih,” ujarnya.