Usul Jalan Tengah Muktamar Daring, PCINU se-Dunia Pastikan Kesiapan Teknologi dan SDM
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Se-Dunia mengusulkan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) tetap dilaksanakan pada 23-25 Desember 2021
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Se-Dunia mengusulkan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) tetap dilaksanakan pada 23-25 Desember 2021.
Namun, teknis pelaksanaannya dilakukan secara daring.
Menanggapi usulan itu, Ketua Panitia Pelaksana KH M Imam Aziz sangat mengapresiasi usulan dari PCINU ini.
"Ini usulan yang sangat baik. Usulan ini bisa menjadi pertimbangan PBNU," ujarnya kepada wartawan, Rabu (1/12/2021).
Ketua PCINU Jerman, Muhammad Rodlin Billah, memastikan bahwa terdapat beberapa alternatif teknologi yang dapat memfasilitasi pelaksanaan Muktamar NU secara daring, sekaligus ketersediaan para ahli yang akan membantu implementasinya.
Menurutnya, penggunaan teknologi semacam ini bukanlah sebuah halangan.
“Meski tentu kita masih perlu konsolidasi lebih jauh serta mempelajari dengan seksama, mana platform teknologi yang paling sesuai dengan kebutuhan panitia dan para masyayikh (kiai),” ujarnya.
Soal ketersediaan tenaga ahli, di lingkungan PCINU Jerman, dikatakan Rodlin, ada banyak sarjana teknologi informasi.
"Mulai dari tingkat sarjana, master, doktor, peneliti, bahkan profesor. Belum lagi menghitung tenaga ahli dari PCINU lainnya. PCINU Inggris Raya, PCINU Jepang, PCINU Korea Selatan, dan PCINU Amerika Serikat - Kanada juga telah menyatakan dukungannya," tambahnya.
Namun, pria yang akrab disapa Oding itu menegaskan bahwa masih ada satu tantangan cukup besar, yaitu soal perubahan paradigma.
Baca juga: Simpang Siur Jadwal Muktamar, Syuriah PWNU DKI Nilai Rais Aam PBNU Tak Bisa Ambil Kebijakan Sepihak
Tantangan tersebut, dikatakan Oding, yakni berupa kekhawatiran tidak optimalnya upaya penjelasan teknis penggunaan teknologi ini kepada para kiai.
Dia yakin bahwa hal tersebut dapat diatasi bersama-sama dengan kecakapan yang dimiliki oleh nahdliyin, baik dari lingkungan berbagai PCI maupun yang ada di Indonesia.
“Saya yakin ada banyak nahdliyin yang praktisi IT, tidak hanya dari lingkungan PCI yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tersebut, namun juga di Indonesia. Setiap permasalahan besar menjadi ringan bila kita punya komitmen untuk melaksanakannya bersama-sama,” kata peneliti bidang komunikasi serat optik di Institut Teknologi Karlsruhe, Jerman, tersebut.
Apabila usulan PCINU Sedunia ini kemudian dianggap sebagai soluisi terbaik oleh para masyayikh, Oding menyebut maka tidak ada jalan lain selain mengusahakannya semaksimal mungkin hingga hari H tiba.
“Usaha mesti kita maksimalkan, disamping juga dengan adanya dukungan dan keterlibatan para masyayikh, insyaallah bisa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Oding menyampaikan ada dua pertimbangan penting yang perlu diperhitungkan sebelum memutuskan menggunakan suatu teknologi baru, khususnya dalam bidang teknologi informasi.
"Pertama, adalah mengetahui dengan baik visi atau misi apa yang ingin dicapai oleh satu kegiatan ataupun organisasi tertentu, dan sampai dimana pencapaian tersebut dalam realitanya. Biasanya, antara kedua hal ini terdapat ruang kosong yang perlu diisi. Baru kemudian kita pelajari apakah terdapat beberapa alternatif teknologi yang dapat membantu mengisi ruang kosong tersebut," katanya.
Dengan demikian, Oding menyebut kebutuhan panitia dan peserta Muktamar ke-34 mesti diterjemahkan dengan baik untuk kemudian dibandingkan dengan perkembangan terbaru dari berbagai aspek.
Hal itu di antara lain venue Muktamar, seperti ketersediaan jaringan internet yang dapat diandalkan, khususnya saat diakses bersamaan oleh puluhan hingga ratusan orang. Tentu saja perkembangan Covid-19 yang mempengaruhi kebijakan pemerintah secara nasional, demikian juga kesehatan para masyayikh selama Muktamar berlangsung, juga mesti diperhitungkan.
Kedua, Oding mengataka terdapat setidaknya empat parameter yang perlu dijadikan fokus saat menyeleksi alternatif teknologi yang ada, terlebih dalam penyelanggaran event sebesar dan sepenting Muktamar NU.
"Keempat faktor itu adalah keamanan (security) data yang harus dijaga. Diikuti dengan privasi, khususnya dalam rangka memastikan identitas yang menjadi perwakilan dari masing-masing pengurus. Kemudian integritas, bagaimana menjamin suara yang diberikan pemiliknya tak berubah mulai dari proses input sampai output datanya. Terakhir, pertimbangan agar sistem senantiasa berkelanjutan (sustainability)," kata Oding
“Idealnya, diskusi soal infrastruktur digital ini tidak hanya untuk keperluan Muktamar sekarang, tetapi bagaimana agar dapat digunakan untuk lebih jauh. Apalagi NU akan segera memasuki abad keduanya. Namun tentu saja, prioritas terdekat adalah bagaimana Muktamar dapat berlangsung dengan lancar” tandasnya.