KPK Telusuri Aset Tersangka Korupsi e-KTP Paulus Tannos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri beberapa kepemilikan aset dari Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri beberapa kepemilikan aset dari Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).
Paulus Tannos ialah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional (e-KTP).
Penelusuran ini dilakukan lewat saksi Rini Winarta dari PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi.
"Rini Winarta (PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi), hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan kepemilikan perusahaan dan aset dari tersangka PLS," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (2/12/2021).
Selain menyelisik aset Paulus, KPK juga mendalami ihwal proses pembayaran dari proyek e-KTP ke beberapa konsorsium pelaksana.
"Wahyudin Bagenda (Direktur Teknologi dan Informasi BPJS Kesehatan/mantan Direktur Utama PT LEN Industri), hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pembayaran dari proyek e-KTP ke beberapa konsorsium pelaksana," kata Ali.
Baca juga: KPK Usut Kasus Dugaan Korupsi e-KTP Paulus Tannos
Diketahui, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Tiga tersangka lain itu adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE), anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi (HF).
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa ketika proyek e-KTP dimulai pada 2011, tersangka Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor dan tersangka Husni dan Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal Husni dalam hal ini adalah ketua tim teknis dan juga panitia lelang.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output di antaranya adalah SOP pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di mana pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Tersangka Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan tersangka Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek e-KTP tersebut.
Perkembangan terakhir, KPK menyebut Tannos tengah berada di Singapura.