Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dr Reisa: Pengobatan Covid-19 Masih Efektif Atasi Varian Omicron

Cara pengobatan pada Covid-19 saat ini pada varian Omicron masih efektif, bahkan dalam menangani pasien Covid-19 yang parah.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Dr Reisa: Pengobatan Covid-19 Masih Efektif Atasi Varian Omicron
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro dalam keterangan persnya yang disiarkan kanal YouTube Tribunnews, Jumat (15/10/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, dr Reisa Broto Asmoro, mengatakan sejauh ini masih ada kabar baik terkait varian Omicron.

Cara pengobatan pada Covid-19 saat ini pada varian Omicron masih efektif, bahkan dalam menangani pasien Covid-19 yang parah.

"Untuk pasien tidak gejala dan ringan diminta isolasi mandiri paling tidak 10 hari dengan konsultasi dokter atau puskemas," ujar Reisa, mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada konferensi pers virtual, Kamis (2/12/2021).

Ia juga mengatakan, WHO meminta negara anggota badan dunia itu, termasuk Indonesia, berkontribusi dalam berbagai data karakter klinis agar karakter varian dapat segera dianalisis secara bersama.

Baca juga: Varian Omicron Ditemukan di Arab Saudi, Jemaah Umrah Asal Indonesia Tetap Bisa Berangkat

Oleh karena itu, upaya tes dan pelacakan virus harus tetap konsisten di angka yang tinggi, yaitu minimal satu tes perseribu orang perminggunya.

"Kemarin saja di seluruh Indonesia, ada 208.099 orang dites. Lebih dari cukup mendeteksi seberapa tinggi atau rendahnya penularan Covid di Indonesia," kata Reisa.

Berkat angka tes yang tinggi, katanya, pemerintah dapat mempercayai data yang menunjukkan tingkat konfirmasi positif perhari selama seminggu terakhir.

Berita Rekomendasi

Reisa menyebutkan tingkat konfirmasi saat ini berada di bawah satu persen hingga kisaran 0,2 persen.

Masih mengutip WHO, Reisa mengatakan, badan dunia itu pada Minggu (28/11/2021) mengatakan belum jelas apakah Omicron lebih menular atau menyebabkan penyakit lebih parah dibandingkan varian lainnya.

"Ahli epidemiolog Afrika Selatan belum cukup data yang dikumpulkan untuk menentukan implikasi klinis Omicron dengan varian lain," katanya.

Menurutnya, para ahli akan menyediakan informasi yang cukup banyak dalam beberapa hari atau beberapa minggu mendatang.

Sambil menunggu para peneliti dunia mempelajari mutasi Omicron, katanya, WHO menyarankan kepada seluruh warga untuk melindungi diri dan keluarganya untuk memutus penyebaran Covid-19.

Ini dilakukan dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan, mulai dari menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, tidak berkerumun dan membatasi mobilitas dengan selektif bepergian.

"Dan jangan lupa ada tambahan nih. Perhatikan ventilasi dalam ruangan, ketika berada di ruangan, sanitasi dan kebersihan harus dijaga. Jangan memaksakan untuk keluar rumah apa bila Anda merasa sakit," katanya lagi.

“Pastikan tetap di rumah dan segera lakukan tes. Apa bila hasil positif, namun gejala ringan segera lakukan isolasi mandiri secara benar yang akan mempercepat penyembuhan,” katanya.

Potensi KLB

Pada bagian lain, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi menyebutkan setidaknya ada empat hal yang menjadi perhatian bila ada varian baru dari Covid-19.

Keempatnya adalah, transmisi atau tingkat penularannya, virulensi atau tingkat keparahannya, efektivitas tata laksana atau respon pengobatan, serta proteksi vaksin.

“Omicron diduga memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi serta kemampuan untuk menghindar dari kekebalan tubuh kita. Namun tidak ada bukti dalam peningkatan keparahan, terutama pada individu yang telah divaksin, serta deteksi virus melalui pemeriksaan laboratorium saat ini masih sangat efektif,” ujar Nadia dalam kegiatan virtual Rabu (1/12/2021).

Nadia menjelaskan, per 30 November telah 20 negara melaporkan pertambahan kasus Omicron dan kemungkinan terus bertambah.
Namun ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik, tetap melakukan berbagai upaya seperti disiplin protokol kesehatan serta percepatan cakupan vaksinasi

Selain itu, Nadia mengingatkan potensi adanya KLB atau kejadian luar biasa di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia, karena cakupan imunisasi rutin yang mengalami penurunan.

“Seperti yang pernah disampaikan oleh Bapak Dirjen P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit), bahwa cakupan imunisasi rutin kita mengalami penurunan, terutama sejak terjadinya pandemi Covid-19. Sehingga anak-anak menjadi rentan untuk menderita penyakit yang harusnya bisa dicegah dengan imunisasi,” kata Nadia.

Saat ini per data Oktober 2021, baru 31,5 persen dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia yang telah mencapai target imunisasi dasar lengkap, dan beberapa wilayah sudah melaporkan kejadian baik sifatnya sporadik ataupun sudah masuk kategori KLB.

Nadia meminta masyarakat segera menghubungi Puskesmas setempat jika menemukan anak dengan lumpuh layuh akut, demam disertai bintik-bintik merah atau nyeri tenggorokan, untuk mendapatkan penanganan segera.

Ia juga mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk dapat memberikan perhatian juga pada cakupan imunisasi anak-anak di wilayahnya.

“Upaya untuk melengkapi cakupan imunisasi rutin perlu dilakukan terutama di saat pandemi Covid-19 dapat kita kendalikan seperti saat ini,” katanya. (Tribun Network/Aisyah Nursyamsi/Rina Ayu/sam)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas