LPPOM MUI Bantah Tuduhan Raup Triliunan Rupiah dari Sertifikasi Halal
Beredar video terkait dana sertifikasi halal mencapai ratusan triliun rupiah yang kemudian dikuasai Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati membantah kabar miring soal dana sertifikasi halal.
Diketahui sebelumnya beredar video terkait dana sertifikasi halal mencapai ratusan triliun rupiah yang kemudian dikuasai Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI melalui LPPOM MUI juga dituduh memonopoli sertifikasi halal, uji kompetensi auditor, serta pelatihan auditor dan penyelia halal.
"Mengenai tuduhan bahwa MUI meraup keuntungan melalui uji kompetensi auditor tidaklah benar," ujar Muti Arintawati melalui keterangan tertulis, Selasa (7/12/2021).
Pemerintah, kata Muti, memberikan mandat sertifikasi profesi auditor halal dalam regulasi Jaminan Produk Halal (JPH).
Sejak Mei 2019 sampai November 2021, auditor halal yang lulus uji kompetensi melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MUI sebanyak 287 auditor.
Sebanyak 190 merupakan auditor LPPOM MUI, sedangkan 97 merupakan non-LPPOM MUI.
Baca juga: Kominfo dan MUI Kerja Sama Cegah Penyebaran Radikalisme Lewat Media Sosial
"Tentunya, proses uji kompetensi auditor berada di bawah izin Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dengan pengawasan yang ketat," jelas Muti.
"Adapun tuduhan mengenai tidak lolosnya auditor halal non-LPPOM MUI dikarenakan adanya konflik kepentingan juga tidaklah berdasar," tambah Muti.
Muti mengungkapkan proses uji kompetensi dikaji oleh komite teknis dan rekamannya juga dikaji berkala oleh BNSP.
Setiap auditor yang melakukan uji kompetensi harus menguasai berbagai materi terkait sertifikasi halal.
Baca juga: Sambut Damai Natal, Ketua MUI Provinsi Papua Sampaikan Pesan Sejuk bagi Masyarakat
"Dalam hal ini, tingginya angka auditor LPPOM MUI yang lulus uji kompetensi semata-mata unggul karena telah menempuh 32 tahun pengalaman sertifikasi halal, baik di skala nasional maupun internasional," kata Muti.
Pada Oktober 2014 lalu, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Agar dapat berjalan, maka diperlukan peraturan pelaksana. Di antaranya, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tahun 2019.
Seluruh regulasi tersebut menjelaskan wewenang, tugas, dan kewajiban dari setiap stakeholder.
"Setidaknya ada tiga stakeholder yang saling terkait dalam industri halal di Indonesia, yaitu Pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). MUI bukan aktor tunggal sertifikasi halal," kata Muti.
Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berwenang dalam pendaftaran permohonan sertifikasi halal dan penerbitan sertifikat halal.
Selain itu, sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal juga menjadi kewajiban BPJPH.
Dalam penetapan fatwa, keputusan halal produk ditetapkan oleh MUI dalam sidang Komisi Fatwa MUI. Inilah yang menjadi dasar penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.