Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Anggap Tidak Ideal Hukuman Mati untuk Koruptor

Heru Hidayat dituntut hukuman mati dalam perkara dugaan korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in ICW Anggap Tidak Ideal Hukuman Mati untuk Koruptor
Tangkapan Layar: Kanal Youtube PBHI Nasional
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam Diskusi Publik bertajuk Merdeka Dari Represi Terhadap Kritik yang disiarkan di kanal Youtube PBHI Nasional pada Rabu (18/8/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisaris Utama PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, dituntut hukuman mati dalam perkara dugaan korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap hukuman mati hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi.

Sebab, hingga saat ini belum ada literatur ilmiah yang bisa membuktikan bahwa hukuman mati dapat menurunkan angka korupsi di suatu negara.

Menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, justru negara-negara yang menempati posisi puncak dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau dianggap paling bersih dari praktik korupsi tidak memberlakukan hukuman mati.

"ICW beranggapan hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi," kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (8/12/2021).

Baca juga: Sosok Heru Hidayat, Eks Presiden Direktur Sejumlah Perusahaan yang Dituntut Hukuman Mati

Bagi ICW, hukuman ideal bagi pelaku korupsi adalah kombinasi antara pemenjaraan badan dengan perampasan aset hasil kejahatan atau sederhananya dapat diartikan pemiskinan.

Berita Rekomendasi

"Sayangnya, dua jenis hukuman itu masih gagal diterapkan maksimal," kata Kurnia.

Dalam catatan ICW, rata-rata hukuman koruptor hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Begitu pula pemulihan kerugian keuangan negara yang sangat rendah.

Tidak hanya itu, dikatakan Kurnia, perbaikan mendasar untuk menunjang kerja penegak hukum agar bisa menghukum maksimal pelaku korupsi juga enggan ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR.

"Misalnya, RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Tipikor. Dua regulasi itu selalu menjadi tunggakan, bahkan perkembangan terbaru juga tidak dimasukkan dalam daftar prolegnas prioritas 2022," terangnya.

Diberitakan, Heru Hidayat diyakini jaksa bersalah melakukan korupsi bersama mantan Direktur Utama Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja dkk hingga merugikan negara sebesar Rp22,7 triliun.

Heru juga diyakini jaksa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Menghukum Terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," ucap jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/12/2021).

Heru Hidayat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas