Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Visioner dan Progresif, Gus Yusuf Chudlori Bisa Jadi Caketum PBNU Potensial di Muktamar NU
Gus Yusuf pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salafi Tegalrejo, Magelang
Editor: Husein Sanusi
Gus Yusuf Chudlori, Calon Ketum PBNU Paling Potensial Saat Ini, ini alasannya
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA*
TRIBUNNEWS.COM - Sudah bisa dibilang final bahwa Muktamar NU ke-34 akan diselenggarakan pada 23-25 Desember ini. Hanya saja, yang masih belum final adalah kemunculan figur alternatif yang moderat, dalam pengertian jaminan kuat untuk mencegah Gesekan tajam di muktamar Lampung. maka kemunculan figur-figur alternatif yang lebih moderat dan bisa diterima semua kubu adalah langkah paling rasional.
Pada tulisan sebelumnya, yang berjudul "PWNU JATIM: Gudang Kyai dan Figur Alternatif, Kenapa Tidak Percaya Diri" (Tribunnews, 08/12/2021), penulis fokus pada wilayah Jawa Timur. Kali ini, dengan spirit yang sama, penulis juga melihat Jawa Tengah tidak kalah dari Jawa Timur; sama-sama Gudang kyai dan figur alternatif. Kali ini, berdasarkan pengamatan penulis, banyak sekali tokoh-Kiai Jateng yang layak memimpin PBNU kedepan selain Gus Yahya Staquf, diantara sekian nama yang Paling potensial dari sisi kapasitas, dukungan pemilih dan kekuatan di belakangnya, tentu Kyai Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf).
Gus Yusuf pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salafi Tegalrejo, Magelang. Sebagai seorang pengasuh dari sebuah pondok besar dengan latar belakang historis yang panjang, Gus Yusuf memiliki modal sosial yang sangat cukup. API Tegalrejo adalah simbol sosial-keagamaan, yang dapat menjadi pusat dan medan magnet dukungan kepadanya. Reputasi dan kontribusi API Tegalrejo bagi umat muslim khususnya dan bangsa umumnya tidak perlu diragukan, dan itu artinya jaringan API Tegalrejo tinggal selangkah lagi untuk berkhidmat secara lebih luas melalui PBNU. Gus Yusuf khususnya dan jaringan API Tegalrejo umumnya sangat layak memimpin NU.
Tidak cukup mengandalkan jaringan API Tegalrejo, modal sosial lainnya yang dimiliki Gus Yusuf adalah jaringan Lirboyo. Ia adalah alumni Pondok Pesantren Lirboyo. Dengan memasrahkan kepemimpinan NU pada tangan Gus Yusuf, maka itu sama saja dengan kader terbaik Lirboyo memimpin NU. Bagaimana pun, seperti halnya API Tegalrejo, Pondok Pesantren Lirboyo adalah pusat keagamaan yang menempati papan atas untuk wilayah Jawa Timur, sebagaimana API Tegalrejo untuk wilayah Jawa Tengah. Gus Yusuf dengan begitu adalah representasi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Terlepas dari modal sosial berbasis kewilayahan, ada juga modal sosial berbasis komunitas di tangan Gus Yusuf, yaitu Jaringan Gusdurian. Figur puncak komunitas Gusdurian ini tentu adalah Gus Dur sendiri. Pada nyatanya, Gus Dur adalah murid dari Kyai Chudlori, ayahanda Gus Yusuf. Bisa dikatakan juga, Kyai Chudlori adalah salah satu guru kebudayaan bagi Gus Dur, karena pada satu kesempatan, Kyai Chudlori menyarankan Gus Dur membeli gamelan sebagai sarana dakwah. Hari ini, spirit dakwah kultural dari Kyai Chudlori itu menetes ke dalam putranya, Gus Yusuf. Di level ini, Gusdurian dan Gus Yusuf bertemu dalam satu visi misi bersama.
Gusdurian maupun Gus Yusuf memiliki visi kebangsaan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini. Yaitu, paham moderat. Di titik ini, jika NU di masa-masa yang akan datang mendambakan sosok pemimpin dengan visi moderat, maka Gus Yusuf adalah pilihan yang tepat. Apalagi potensi ancaman yang dapat merusak kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara hingga hari ini masih belum tuntas. Di mana-mana masih ada suara-suara sumbang yang mencoba merusak kehidupan harmonis. NU di tangan Gus Yusuf tidak akan kekurangan solusi dalam memecahkan persoalan seperti radikalisme, fundamentalisme, terorisme, dan para perusak NKRI.
Berikutnya, usia Gus Yusuf yang masih muda adalah kredit poin tersendiri. Dibanding calon-calon terkuat hari ini, Gus Yusuf jauh relatif lebih muda. Ini artinya, ia memiliki potensi dukungan dari kaum milenial, bahkan banyak media massa mengabarkan bahwa Gus Yusuf ini merupakan tokoh idola kaum milenial. Di dalam usianya yang relatif muda itu, ia telah memenuhi banyak kualifikasi yang biasanya hanya dimiliki oleh kyai-kyai sepuh. Tidak heran, Gus Yusuf lebih dikenal akrab sebagai seorang cendikiawan idola kaum muda. Bagaimana tidak, di usia muda, ia telah berhasil meneruskan trah perjuangan ayahanda sebagi tokoh agama, intelektual, bahkan politisi.
Persoalan kualifikasi sebagai politikus ini, Gus Yusuf ada hubungannya dengan jabatan Ketua DPW PKB Jawa Tengah. Pengalaman politik dan jaringan politik PKB se-Jawa Tengah, bahkan nasional, pasti akan mendukungnya. Modal politik ini adalah kredit poin lain di samping yang sudah dibahas di awal. Artinya, dalam usia yang sangat muda, Gus Yusuf mampu menjadi figur yang bisa diterima oleh semua pihak, baik jaringan sosial keagamaan maupun jaringan politik nasional, tentu saja jika Gus Yusuf Maju sebagai calon ketum PBNU, seluruh jaringan PKB dari tingkat DPC, DPW dan DPP akan solid dan totalitas mendukungnya.
Yang paling penting dan perlu dicatat dengan baik adalah bahwa Gus Yusuf masih memegang teguh adat seorang santri, yang patuh pada kyai. Gus Yusuf dengan segala modal di atas (sosial, agama, politik) tidak pernah memiliki ambisi untuk memimpin PBNU. Dalam kunjungan kepesantren Bina Insan mulia Cirebon beliau menyatakan; " saya sama sekali tidak punya ambisi menjadi calon ketum PBNU tetapi sebagai santri jika diminta poro kiai untuk mencalonkan, sami'na wa ato'na", Inilah prinsip Gus Yusuf yang membanggakan, yang membuatnya layak ditampilkan sebagai figur alternatif dan jaminan menyelamatkan NU dari keretakan akibat benturan Muktamar.
Dengan kata lain, pada saat itu yang belum dimiliki oleh Gus Yusuf hanyalah amanah dan perintah poro kiai. Tetapi, jika berbicara modal-modal lain, seperti modal kultural, intelektual, sosial, keagamaan, dan politik maka figur Gus Yusuf paling layak maju dan paling berpotensi memenangkan kontestasi ketum PBNU di muktamar Lampung. Namun, dua hari lalu beliau mengkonfirmasi kepada penulis bahwa di beberapa hari ini ada banyak kiai sepuh, PCNU dan PWNU yang meminta beliau untuk maju dan bersedia berkhidmah sebagai ketum PBNU. Tentu saja penulis dan Nahdiyyin berharap, Gus Yusuf merespon Permintaan itu dengan penuh rasa tanggung Jawab. Penulis bersaksi, selama belajar bersama seangkatan di Lirboyo dan pernah bersama-sama sebagai wakil ketua PP-RMI PBNU, beliau anak muda yang visioner, Progresif dan penuh tanggung Jawab.
Kehadiran calon-calon alternatif yang mampu meredam suasana semakin menjadi kebutuhan mendesak. Dua Minggu ke depan, Muktamar akan diselenggarakan. Dengan munculnya figur alternatif seperti Gus Yusuf, saya yakin nahdiyyin menyambut muktamar dengan rasa optimis dan riang gembira.
Figur alternatif penting muncul sebelum terselenggaranya Muktamar setidaknya atas satu alasan utama, yaitu: uji coba sejauh mana kemampuan kita sebagai warga Nahdliyyin memiliki kecerdasan antisipasi konflik.
Kemunculan figur alternatif ini menjadi penting, dan karenanya, bukan saja Jawa Timur dan Jawa Tengah, tetapi semua wilayah perlu menampilkan figur alternatif mereka masing-masing. Dengan begitu, polarisasi tidak terpusat pada dua kutub, melainkan bercabang lebih banyak, sehingga efek benturan akan lebih kecil. Dalam teori persaingan, kekuatan dwipolar jauh lebih baik dari unipolar, tetapi Multipolar jauh lebih baik dari unipolar. Persaingan Multipolar akan lebih sedikit menimbulkan tegangan. Dalam konteks ini, kemunculan figur alternatif jauh lebih baik daripada membiarkan persaingan kekuasaan terpusat pada dua tokoh (dwipolar).
Alhasil, Hadirnya Gus Yusuf dari Jawa Tengah, sebagaimana Kyai Asep, Kyai Hasan Mutawakil, dari Jawa Timur. akan menandai kedewasaan berpikir dan manajemen konflik. Dengan begitu, memunculkan figur alternatif seperti Gus Yusuf dan lainnya, maka NU sudah selamat sejak sebelum Muktamar. Hadirnya Gus Yusuf Juga penting sebagai bagian dari Regenerasi kepemimpin di Tubuh NU dari Generasi Kolonial ke Generasi Milenial, bukan sebaliknya dari kolonial kembali ke kolonial, sehingga slogan renegerasi bukan sekedar Isapan Jempol. Wallahu a'lam bis shawab.
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*