Sejarah Hari Infanteri 15 Desember, Berawal dari Pertempuran Ambarawa
Sejarah Hari Infanteri pada 15 Desember diperingati untuk mengenang Pertempuran Ambarawa.
Penulis: Devi Rahma Syafira
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Sejarah Hari Infanteri pada 15 Desember diperingati untuk mengenang Pertempuran Ambarawa yang disebut juga sebagai Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat.
Pertempuran Ambarawa atau biasa dikenal Palagan Ambarawa merupakan pertempuran yang dipimpin Jenderal Sudirman melawan pasukan sekutu.
Dikutip kemdikbud.go.id, pertempuran Ambarawa terjadi karena pihak serikat yang tidak mampu untuk menghargai kemerdekaan Indonesia.
Pada 20 Oktober 1945 tentara sekutu yang harusnya mengurus tawanan perang di penjara Ambarawa dan Magelang justru memboncengi NICA yang mempersenjatai tawanan.
Hal tersebut menyulut kebencian serta perasaan tidak senang pribumi sehingga pecah insiden antara TKR dan tentara sekutu pada 26 Oktober 1945.
Baca juga: Kunjungi Batalyon Infanteri 400 Banteng Raiders, KSAD Minta Komandan Satuan Berinovasi
Demi mengatasi bentrokan yang terjadi, pihak Inggris menuju Magelang dan Ambarawa untuk membebaskan 10.000 tawanan Indo-Eropa dan Eropa dari wilayah pedalaman Jawa yang sedang bergejolak akibat perlawanan dari pihak Republik.
Menengahi kejadian tersebut, Soekarno dan Brigjen Bethel melakukan perundingan gencatan senjata pada 2 November 1945.
Diperoleh kata sepakat antar kedua belah pihak jika sekutu tetap bertanggungjawab atas tugasnya, kemudian sekutu tidak mengakui aktivitas NICA.
Pada kenyataannya sekutu mengabaikan bunyi perjanjian yang telah disetujui bersama sehingga meletuslah pertempuran 20 November 1945 yang kemudian menjalar ke dalam kota pada 22 November 1945.
Bala tentara sekutu melakukan pemboman ke pedalaman Ambarawa untuk mengancam kedudukan TKR.
Dengan siap pihak republik melakukan pembalasan untuk mempertahankan wilayah dari sekutu.
Sejak itu medan Ambarawa terbagi 4 sektor, yaitu sektor utara, sektor Selatan, sektor Timur dan sektor Barat.
Semangat perlawanan rakyat Ambarawa yang bersatu dengan TKR membuat sekutu kesulitan menaklukkan wilayah tersebut.
Saat itu, pasukan TKR yang terlibat menghadapi sekutu berjumlah 19 batalyon.
Pada 26 November terjadi pertempuran yang menewaskan Kolonel Isdiman yang digantikan oleh Kolonel Soedirman.
Sekutu melancarkan aksinya mengancam Ambarawa karena daerah tersebut sangat strategis untuk mencapai Surakarta, Magelang, dan Yogyakarta.
Tewasnya Kolonel Isdiman mendorong rakyat dan TKR gencar melakukan serangan balik.
Pada akhir bulan November pertempuran telah berkobar lagi dan pihak Inggris dibuat mundur ke daerah pesisir.
Lalu, pada 11 November 1945, Kolonel Soedirman mengumpulkan para komandan sektor dan menginstruksikan pukulan terakhir bagi sekutu.
5 Desember 1945, pasukan sekutu berhasil diusir dari desa Banyubiru yang saat itu merupakan garis pertahanan terdepan.
Kemudian tepat 12 Desember 1945 pasukan berhasil menyerang sekutu di dalam kota.
Kekuatan sekutu yang berada di Benteng Willem berhasil dikepung TKR 4 hari 4 malam.
Hal itu menyebabkan kedudukan sekutu terjepit dan mundur dari Ambarawa tepat 15 Desember 1945.
Resistensi pasukan tersebut diabadikan ke dalam salah satu bagian pagar bangsa di Indonesia.
Melalui TNI, maka setiap 15 Desember selalu diperingati sebagai Hari Juang Kartika atau Hari Infanteri yang menggambarkan kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberhasilan pihak Republik dalam Peristiwa Ambarawa hendaknya menyadarkan warganegara akan kesadaran nasionalisme, khususnya dalam menggalang persatuan dan menanamkan rasa memiliki atas Indonesia Raya.
Melalui semangat membangun dan mempertahankan bangsa di era globalisasi ini menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang banyak belajar dari sejarah serta mampu menghargai arti sebuah kemerdekaan.
Dikutip lampung.kemenkumham.go.id, untuk mengenang perjuangan segenap unsur di Ambarawa dalam melawan Sekutu;
Maka Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 1999 dan Surat Keputusan Kasad Nomor Skep/662/XII/1999, ditetapkan tanggal 15 Desember sebagai Hari Juang Kartika yang sebelumnya dinamai Hari Infanteri.
(Tribunnews.com/Devi Rahma)