Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Eks Kakanwil BPN DKI Jakarta Sebut Kliennya Jadi Korban Permen ATR/BPN
Mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta, Jaya, ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah di Cakung Barat, Jakarta Timur oleh Bareskrim Mabes Polri.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta, Jaya, ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah di Cakung Barat, Jakarta Timur oleh Bareskrim Mabes Polri.
Kuasa hukum Jaya, Erlangga Lubai mengatakan, kliennya menjadi korban dari Permen ATR/BPN 11/2016 terkait dengan penetapan 10 tersangka, termasuk Jaya oleh Bareskrim Polri.
Ia menyebut, jika penetapan kliennya menjadi tersangka sebagai imbas dari aturan yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Ada 10 orang yang kemarin ditetapkan sebagai tersangka mafia tanah di Cakung. Saya minta jangan sampai ada orang tidak bersalah tetapi dihukum seperti yang dialami oleh Jaya yang merupakan orang berprestasi di BPN. Saya percaya pihak kepoilisian akan bertindak profesional dan menegakkan progam Presisi Kapolri," tegas Lubai dalam konferensi persnya, Rabu (15/12/2021) kemarin.
Lubai mengungkapkan, jika kliennya Jaya merupakan korban dari Permen ATR/BPN 11/2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Permen tersebut menguraikan penyelesaian kasus pertanahan dilaksanakan secara kolektif kolegial dengan runtutan pelaksana dari mulai kantor pertanahan dan kantor wilayah BPN.
Baca juga: Berantas Mafia Tanah, Pimpinan MPR Minta Hilangkan Ego Sektoral Antarcabang Kekuasaan
Berdasarkan permen itu, Lubai menjelaskan awal muka kasus sengketa tanah di Cakung hingga ditangani Bareskrim Polri.
Mulanya, Kantor Pertanahan Jakarta Timur menerima aduan masyarakat atas nama Abdul Halim yang mengklaim memiliki tanah seluas 77.852 m2 di Kampung Baru RT.009,RW008, Kecamatan Cakung Barat, Kota Jakarta Timur.
Berdasarkan validasi dan analisa atas sertifikat yang terdaftar atas nama PT. Salve Veritate, selanjutnya dilakukan peninjauan lokasi oleh Kantor Pertanahan Jakarta Timur.
Validasi itu tertuang dalam Berita Acara Peninjauan No.07/BAPL/VI/2019/PM&PP–Jakarta Timur tanggal 17 Juni 2019.
"Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur mengirim surat permohonan pembatalan sertifikat Nomor 887/600-31.75/VI/2019 tanggal 20 Juni 2019. Proses pembatalan berdasarkan Permen ATR/BPN 11/2016 terhadap 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya (38 sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama PT. Salve Veritate seluas 77.852 m2 karena cacat prosedur," jelas Lubai.
Karena validasi melanggar prosedur, maka diterbitkan SK nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik atas nama PT. Salve Veritate dengan luas 77.852 m2.
Atas penerbitan itu, Jaya harus dicopot dari jabatannya oleh Menteri ATR BPN bahkan dianggap sebagai bagian dari mafia tanah PT. Salve Veritate. Kasus itu sempat membuat heboh publik karena ditaksir menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,4 T.
Baca juga: Pegawai dan Pensiunan BPN Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah di Cakung Jakarta Timur
Atas polemik itu, Jaya harus menjalani proses hukum sebagai imbas darib kesalahan pemahaman pelaksanaan Permen ATR/BPN 11/2016. Ditambah dengan adanya laporan di Kejaksaan Jakarta Timur atas dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Prin-01/M.1.13/Fd.1/01/2021 tanggal 04 Januari 2021.