Komnas Perempuan Sayangkan Proses Legislasi RUU TPKS Tersendat
RUU ini merupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang tersendat.
Sehingga belum ditetapkan sebagai agenda rapat paripurna sebagai usul inisiatif DPR RI dalam sidang paripurna DPR RI yang diselenggarakan pada Kamis, (16/12/2021).
Penetapan ini telah dinanti-nanti oleh rakyat Indonesia. Khususnya korban tindak pidana kekerasan seksual, keluarga korban, dan pendamping korban.
RUU ini merupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual.
Baca juga: Komnas Perempuan Kecewa RUU TPKS Tak Masuk Paripurna DPR: Setiap Hari 35 Perempuan Jadi Korban
"Serta upaya memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual," papar Ketua Komnas perempuan Andy Yetriani, dalam keterangan resmi, Sabtu (18/12/2021).
Urgensi kehadiran payung hukum bermula dari tingginya angka kekerasan seksual dalam rentang waktu sepanjang 2001-2011.
Selama dasawarsa tersebut, 25 persen kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasan seksual.
Setiap hari, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
Sepanjang menunggu pengesahan RUU ini (2012-2020) CATAHU Komnas Perempuan mencatat terlaporkan 45.069 kasus kekerasan seksual.
Selain dapat dilihat secara jumlah, darurat kekerasan seksual juga dapat dilihat dari maraknya kasus pemberitaan kekerasan seksual di media massa.
Peningkatan dan kompleksitas kasus-kasus kekerasan seksual yang diadukan tidak diimbangi dengan undang-undang.
Padahal regulasi mampu menghambat perkembangan kualitas dan kuantitas kekerasan seksual. Hal ini yang menyebabkan korban tidak terpenuhi hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan.
Hak-hak korban sebagaimana dimandatkan Konstitusi RI dan instrumen HAM internasional khususnya Convention on the Elimination of All Discrimination Against Women (CEDAW), telah menjadi bagian dalam hukum nasional melalui UU No. 7 Tahun 1984.
Belum belum ditetapkannya RUU TPKS Komnas Perempuan mengeluarkan beberapa pernyataan. Pertama, mengapresiasi kerja Panja RUU TPKS yang sudah melakukan pengkajian dan harmonisasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca juga: Darurat Kekerasan Seksual, Politisi NasDem Sayangkan RUU TPKS Tak Diparipurnakan Hari Ini
Kedua, mendesak Pimpinan DPR RI untuk memastikan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI pada tahun 2022
Ketiga, berterima kasih kepada para penyintas, keluarga korban, akademisi, media massa dan lembaga layanan korban.
Dimana tidak pernah putus dan tanpa lelah terus memperjuangkan RUU TPKS dan menyerukan agar terus memberikan masukan pengalaman korban dan mengawal pembentukan RUU ini hingga tahap pembahasan dan pengesahan.
Keempat, endorong publik untuk terus mengawal dan mendukung Badan Musyawarah atau Pimpinan DPR RI menetapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebagai RUU Inisiatif DPR dalam pembukaan masa sidang paripurna DPR RI Januari Tahun 2022.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.