Pimpinan DPR Dorong Perbaikan Regulasi Ekspor Burung
Hobi memelihara burung kini tak hanya sekadar tren, tapi sudah menjadi industri yang menumbuhkan perekonomian rakyat.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Hobi memelihara burung kini tak hanya sekadar tren, tapi sudah menjadi industri yang menumbuhkan perekonomian rakyat.
DPR RI pun mendorong agar regulasi terkait ekspor burung disempurnakan sehingga komunitas kicau mania bisa lebih terfasilitasi sekaligus menambah devisa negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar saat meninjau penangkaran burung Murai Batu milik Yayasan BnR di Kampung Cukanggalih, Ciakar, Tangerang, Jumat (17/12/2021) kemarin.
Dalam kesempatan ini, pria yang akrab disapa Cak Imin itu mendengarkan aspirasi dari komunitas pecinta burung.
“Ini kan sama dengan olahraga, dari hobi ke industri. Dari kegiatan yang bersifat privat menjadi publik. Dari yang biasa menjadi profesional. Dari kekuatan ekonomi sekaligus kekuatan penyangga kelestarian alam,” kata Cak Imin.
Baca juga: Tak Untungkan Kicau Mania, Wakil Ketua DPR Minta Penyempurnaan Aturan Ekspor-Impor Burung
Cak Imi pun mengapresiasi BnR, yayasan yang mewadahi para kicau mania. Bukan hanya pecinta burungnya saja, tapi juga kelompok penyangga lainnya mulai dari para penangkar, pengrajin kandang, penyedia pakan dan obat-obatan burung, hingga juri perlombaan burung.
“Patut diapresiasi oleh pemerintah, dengan hambatan-hambatannya termasuk salah satunya kita harus stop impor Murai dari luar negeri supaya melindungi berkembangnya penangkaran di tanah air,” sebut Cak Imin.
Dengan kehadiran banyaknya penangkar yang sebenarnya berawal dari hobi, populasi burung di Indonesia saat ini semakin membaik. Bahkan burung-burung yang tadinya nyaris punah, seperti Jalak Bali, kini populasinya menjadi lebih banyak dan menjadi nilai tambah perekonomian.
“Prinsipnya adalah melestarikan habitat-habitat langka menjadi lebih berkembang biak,” tuturnya.
Hanya saja pelaku industri burung terkendala persoalan regulasi. Sebab impor burung dari luar negeri mudah masuk ke Indonesia, tapi untuk penangkar burung melakukan ekspor masih kesulitan akibat regulasi yang kurang memadai.
Maraknya impor burung, seperti Murai dari Thailand dan Malaysia yang murah membuat burung di Indonesia kalah saing.
Harga burung impor jauh lebih murah karena diambil langsung dari hutan, sementara burung-burung yang dijual dari industri lokal berasal dari penangkaran yang memiliki sertifikat.
“Regulasi harus disempurnakan, aturan-aturan yang bisa melindungi kicau mania, komunitas pecinta burung. Jadi regulasi harus dikuatkan kembali dan dikembangkan lagi. Disesuaikan dengan harapan komunitas kicau mania,” ungkap Cak Imin.
Ketua Umum PKB ini pun menilai pentingnya insentif dari pemerintah untuk para pelaku industri burung dari dalam negeri, termasuk dari sisi pajak.
Cak Imin juga meminta pemerintah memberi fasilitas perlindungan serta sarana untuk para kicau mania.
“Karena produksi dan penangkaran di tanah air begitu subur, kaya kacang goreng. Sementara pasar dunia membutuhkan. Tidak ada cara lain, pemerintah harus memberi fasilitas ekspor,” urai Pembina Yayasan BnR itu.
Menurut Cak Imin, penangkaran burung bisa menjadi salah satu solusi perbaikan ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19.
Oleh karenanya, DPR RI akan mengajak pemerintah duduk bersama membahas mengenai permasalahan ini.
“Untuk memperbaiki kondisi sulit, ayo kita buka pintu ekspornya. Kita dalam waktu dekat akan memanggil Ibu Menteri LHK dan kementerian terkait, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Balai Karantina juga kita libatkan agar ketemu solusi,” ucap Cak Imin.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan yang mendampingi Cak Imin mengatakan, Indonesia kaya akan populasi burung. Bahkan 70% spesies burung di dunia, ada di Indonesia.
“Tetapi yang dikenal pusat burung internasional justru Thailand. Ikan hias kita begitu banyak tetapi yang menjadi pusat ikan dunia malah Singapura. Padahal ikan yang dijual di sana banyak dari kita. Kenapa kita nggak rebut,” ujar Daniel.
Akibat regulasi yang kurang jelas, banyak burung-burung ilegal dari Indonesia dijual di luar negeri.
Daniel pun siap mengawal agar pelaku industri burung nasional mendapat perlindungan dari negara.
“Penangkaran-penangkaran burung kita ini sampai desa-desa, sampai tingkat grass root. Tapi untuk ekspor susah padahal pasar internasional ada. Yang impor malah gampang,” papar Anggota DPR yang membidangi urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut.
Jika regulasi diperbaiki dengan mengedapankan kemudahan ekspor, kata Daniel, negara juga akan memperoleh manfaat dari sisi devisa. Selain itu, Indonesia juga akan semakin dikenal sebagai produsen burung di kancah internasional.
“Jadi semakin memperkenalkan Indonesia di mata dunia,” tegas Daniel.
Pendiri Yayasan BnR, Bang Boy mengatakan banyak pecinta burung dari luar negeri yang kerap mencari burung dari Indonesia. Namun kelompok industri burung kesulitan saat hendak mengambil pasar tersebut.
“Padahal kami bisa ekspor, bisa menjadikan pemasukan untuk pemerintah juga. Permintaan pasar luar negeri akan burung kita sangat luar biasa. Pernah ada yang minta telur Murai, dihargai Rp 10 juta per butir minta 100 butir tapi kita terkendala di birokrasinya. Permintaan Jalak Suren dari India dalam sebulan itu bisa 3.000 ekor tapi kita nggak bisa keluar. Ini harusnya bisa diterobos,” kata Bang Boy.