Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KH Asyhari Abta Berkisah tentang Rois Aam PBNU

Ketiganya adalah alumni santri Krapyak Yogyakarta asuhan KH Ali Maksum, yang juga mantan Rois 'Aam PBNU.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KH Asyhari Abta Berkisah tentang Rois Aam PBNU
Ist
Romo KH Asyhari Abta 

Asyhari Abta menyebutkan bahwa KH Idham Kholid ketika itu juga masuk sebagai ketua partai persatuan pembangunan (PPP), tetapi sangat lemah dalam membela kepentingan politik NU di PPP.

Karena Idham Kholid selalu kalah dengan Jailani Naro dan kawan-kawan.

"Itulah keberanian dan simbol supremasi Rois ‘Aam PBNU era KH Ali Maksum dalam menata regenerasi kepemimpinan NU sekaligus menata hubungan politik NU dengan politik praktis ketika Soeharto sangat powerfull berkuasa," ungkapnya.

Idham Chalid juga pernah duduk sebagai Wakil Perdana Menteri era Kabinet Ali Sastroamidjoyo dan Kabinet Juanda.

“Dalam Muktamar Situbondo Mbah Ali melarang Pak Idham Kholid maju sebagai ketua umum PBNU, akhirnya 1984 Gus Dur yang masih berusia 40-an tahun muncul sebagai Ketua Umum PBNU,” terang Kyai Asyhari Abta.

Peran KH Ali Maksum juga tampak dalam penerimaan NU terhadap asas tunggal Pancasila ketika Muktamar Situbondo.

Betapa pentingnya peran NU ketika secara deklaratif menerima Pancasila sebagai asas tunggal, di tengah suasana politik yang represif.

Berita Rekomendasi

Asyhari Abta juga menilai keberanian Mbah Ali Maksum tampak dalam mempertahankan tokoh muda NU yang bernama Subhan ZE.

Asyhari mengingat bahwa ketika itu para kyai NU bermaksud melengserkan Subhan ZE sebagai Wakil Ketua Umum PBNU karena dianggap cacat moral, tetapi Mbah Ali Maksum mempertahankan Subhan ZE sebagai salah satu tokoh muda NU yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua MPRS dan ketika itu ketua MPRS adalah Jenderal Nasution.

Asyhari Abta dikenal sebagai salah satu santri dekat Mbah Ali Maksum karena sejak tahun 1975 sampai tahun 80-an tiap pagi bertugas menyapu rumah ndalem Mbah Ali.

“Setelah nyapu rumah dan kamar baru bikin wedang. Waktu itu belum ada kompor apalagi kompor gas. Jadi nggodog (merebus) wedang (minum) dengan grajen,” kenang mantan Rois Syuriyah PWNU DIY ini.

Sementara itu, Dr KH A Zuhdi Muhdlor, alumni Krapyak yang juga didikan Mbah Ali Maksum mengingat salah satu ajarannya,  al-‘ilmu bi at-ta’allum, bahwa untuk mendapatkan ilmu harus menempuh jalan belajar, secara rasional, logis, bukan dengan tirakat yang berlebihan.

Menurut Zuhdi Muhdlor yang saat ini masih memegang mandat sebagai Wakil Rois Syuriyah PWNU DIY, dan sedang diusulkan oleh warga NU Jogja untuk menjadi pucuk pimpinan Ketua Tanfidziyah PWNU DIY, menyebut bahwa Mbah Ali tidak setuju kalau ada santrinya berlebihan dalam berpuasa tidak makan nasi 40 hari.

“Mbah Ali bilang santri harus makan bergizi biar cerdas” kenang Zuhi Muhdlor.

Selain itu KH Ali Maksum dalam pandangan Zuhdi, tidak mendikotomikan ilmu agama dan ilmu umum, yang mendorong santri untuk membaca semua buku dan kitab, yang kitab klasik atau yang modern.  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas