Jadi Korban Kecelakaan, Ini Jenis-jenis Kerugian yang Bisa Dituntut Ganti Rugi
Ketika seseorang menjadi korban kecelakaan, apa jenis kerugian yang bisa dituntut ganti rugi? Simak penjelasan Advokat berikut ini.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Insiden kecelakaan lalu lintas sering kali menimbulkan dampak kerugian.
Terlebih bagi seseorang menjadi korban kecelakaan lalu lintas.
Seperti cedera sakit akibat insiden hingga kerusakan kendaraan.
Korban kecelakaan ini memiliki hak untuk meminta ganti rugi atas dampak yang ia terima.
Lantas, apa saja jenis kerugian yang bisa dituntut ganti rugi oleh korban kecelakaan?
Baca juga: Bisakah Pelaku Rudapaksa Anak Diputus Hukuman Mati? Ini Tanggapan Advokat
Advokat sekaligus Koordinator Peradi Wilayah Jateng, Badrus Zaman menjelaskan ada dua jenis kerugian yang bisa digugat ganti rugi oleh korban kecelakaan.
Di antaranya, kerugian materiil dan immateriil.
Kerugian materiil bisa dibuktikan dengan biaya perawatan rumah sakit akibat cedera hingga reparasi kendaraan yang rusak.
Sementara, kerugian immateriil bisa dilihat dari dampak secara tidak langsung yang dialami korban akibat kecelakaan.
Misalnya korban tidak bisa bekerja lantaran cedera yang ia alami dari kecelakaan.
"Immateriil, misalnya selama di RS, korban sebenarnya bisa mendapatkan uang sekian karena bekerja," jelasnya dalam program Kacamata Hukum, Senin (20/12/2021).
Baca juga: Siapa Pemegang Hak Asuh Anak jika Kedua Orang Tuanya Sudah Meninggal? Ini Kata Advokat
Badrus menekankan korban kecelakaan tidak bisa semata-mata menetapkan nominal permintaan ganti rugi.
Ia menjelaskan, dalam persidangan, majelis hakim nantinya akan memperiksa besaran kerugian yang dialami korban.
Untuk itu, korban harus betul-betul melampirkan bukti kerugian yang nyata dan sesuai fakta kejadian.
"Ganti rugi harus sesuai dengan nominal yang menjadi kerugian kita. Majelis hakim juga melihat itu, Tidak bisa asal meminta saja,"
"Ketika menggugat kita harus membukti bahwa itu betul terjadi sesuai fakta dan sesuai saksi yang ada," tuturnya.
Baca juga: Kata Advokat soal Kasus Istri Dituntut Bui karena Marahi Suami: Hukum Bukan Alat Balas Dendam
Selain itu, Badrus juga menekankan perlu pertimbangan yang matang dari korban sebelum mengajukan gugatan ganti rugi.
Yakni, korban perlu memastikan apakah pihak lawan punya harta yang bisa dijadikan objek ganti rugi atau tidak.
Menurut Badrus, akan menjadi hal yang percuma ketika korban menggugat ganti rugi tapi pihak lawan tak punya apa-apa.
"Ganti rugi itu juga harus kita lihat untung ruginya, kalau misalnya ruginya hanya sedikit."
"Harus dilihat cocok atau tidak dengan biaya perkara di pengadilan."
"Kalau kira-kita tidak sesuai, lebih baik didamaikan secara kekeluargaan," tandasnya.
Selesaikan secara Pidana Dahulu, Baru Dilayangkan Gugatan
Sebelum menggugat ganti rugi, Badrus menuturkan korban lebih baik menyelesaikan perkara kecelakaan tersebut ke ranah pidana terlebih dahulu.
Adapun aturan soal kecelakaan lalu lintas dan dampaknya termuat dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Ketika secara pidana pihak lawan terbukti bersalah menyebabkan kecelakaan, maka korban bisa mengajukan gugatan ganti rugi setelahnya.
Putusan pidana yang menetapkan pihak lawan bersalah bisa menguatkan bukti untuk menggugat ganti rugi.
Baca juga: Ini Ancaman Pasal Berlapis bagi Pelaku Rudapaksa Anak, Ada Pidana hingga Kebiri
Permintaan ganti rugi ini nantinya dilayangkan dengan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum.
"Kita harus membuktikan siapa yang bersalah dulu secara pidana."
"Harus dibuktikan, setelah itu baru melakukan gugatan secara perdata meminta ganti rugi," kata dia
"Dari bukti putusan dia bersalah, itu dijadikan bukti bahwa dia bersalah dan harus ganti rugi," imbuhnya.
Korban perlu melampirkan setidaknya ada dua alat bukti untuk menggugat ganti rugi.
Baca juga: Kata Ahli soal Mekanisme Hukuman Kebiri bagi Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak
Selain putusan pidana pihak lawan, alat bukti lain yang ada bisa ditambahkan.
Misalnya, alat bukti berupa kwitansi pembayaran perawatan rumah sakit ketika korban alami cedera.
Atau, bukti pembayaran reparasi ketika kendaraan korban alami kerusakan.
"Kalau sudah kita lakukan secara pidana, itu adalah salah satu alat bukti kita."
"Lalu ada bukti tambahan misalnya kendaraan yang rusak. Dua alat bukti itu sudah cukup."
"Atau misalnya ada keterangan saksi, bisa kita tambahkan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)